Terkena cuka para / Asam Formiat (HCOOH)
Definisi:
Gambaran luka akibat terkena cuka para, sangat beragam. Namun umumnya menyerupai gambaran luka bakar akut. Biasanya terjadi akibat kelengahan atau ketidaksengajaan pasien. Bila tertelan, dapat merusak jalan napas dan juga esophagus sehingga keluhan pasien adalah kesulitan bernapas
Etiologi:
Asam formiat adalah suatu cairan yang tidak berwarna, berbau tajam/menyengat, menyebabkan iritasi pada hidung, tenggorokan dan dapat membakar kulit. Asam formiat dapat larut sempurna dengan air dan sedikit larut dalam benzena, karbon tetra klorida, toluena, serta tidak larut dalam hidrokarbon alifatik seperti heptana dan oktana. Asam formiat dapat melarutkan poly vynil clorida (PVC).
Asam formiat atau kadang disebut asam semut/asam metanoat mempunyai rumus kimia HCOOH. Asam formiat merupakan asam terkuat dari seri homolog gugus karboksilat. Asam formiat mengalami beberapa reaksi kimia, yaitu dekomposisi, reaksi adisi, siklisasi, asilasi.
Patofisiologi:
Manifestasi klinis:
Asam formiat ini sulit di ekskresikan keluar dari tubuh, akibatnya terjadilah asidosis parah (penurunan pH dibawah 7.37). Adanya penurunan asam atau basa yang hebat dalam darah, menyebabkan sistem pengatur tubuh (sistem dapar darah, respirasi, fungsi ginjal) tidak lagi mampu mengatur pH darah supaya tetap pada nilai pH normal yaitu 7,4. Penurunan pH dibawah 7,20 akan mengakibatkan turunnya volume menit jantung, gangguan ritmus jantung, hipotensi (sampai terjadi syok), gangguan kesadaran dan akhirnya koma. Gejala keracunan pertama akan terlihat setelah periode laten beberapa jam. tanda-tandanya adalah: keluhan sakit kepala, pusing, mual, muntah, gangguan penglihatan menyusul kemudian tidak sadar, dan jika tidak cepat ditangani akan berujung pada kematian. Kalaupun pasien dapat diselamatkan nyawanya, boleh jadi akan mengalami kebutaan, karena telah terjadi kerusakan pada saraf penglihatan (atrofi opticus).
Organ pencernaan yang mengalami kerusakan:
a. Bibir bisa terbakar dan tetesan racun bisa mengenai dagu, leher dan dada. Tumpahan racun pada tubuh korban dapat merusak struktur kulit. Pola mulut yang terbakar bisa digunakan untuk melihat racun apa yang diminum. Korban yang meminum racun dengan posisi duduk atau berdiri, racun akan mengalir kedada dan abdomen; bila berbaring, racun akan mengalirti wajah dan pipi lalu keleher belakang. Tumpahan racun bisa masuk kesaluran hidung.
- Bagian inferior mulut bisa terkikis, lidah tertelan atau menciut tergantung bahan racunnya. Faring, laring dan esofagus terkikis dan dalam beberapa menit glotis akan edema. Mukosa saluran nafas bisa rusak dan terjadi adspirasi cairan keparu sehingga terjadi edema paru dan hemoragik.
- Bagian bawah esofagus dan perut mengalami perubahan warna, deskuamasi dan perforasi. Setelah beberapa menit racun bisa mengalir lebih dalam dan dapat merusak usus halus tapi ini jarang terjadi karena faktor waktu dan adanya spasme pilorus.
- Esofagitis Korosif
Asam kuat yang tertelan akan menyebabkan nekrosis menggumpal secara histologik dinding esofagus sampai lapisan otot seolah-olah menggumpal. Zat organik (lisol, karbol) menyebabkan edema di mukosa atau sub mukosa. Mukosa terbentuk dari epitel berlapis gepeng bertingkat yang berlanjut ke faring bagian atas, dalam keadaan normal bersifat alkali dan tidak tahan terhadap isi lambung yang sangat asam. Asam kuat menyebabkan kerusakan pada lambung lebih berat dibandingkan dengan kerusakan di esofagus. Sedangkan basa kuat menimbulkan kerusakan di esofagus lebih berat dari pada lambung. Gejala yang sering timbul adalah disfagia / kesulitan menelan, odinofagia dan adanya rasa sakit retrosternal.
Organ pernapasan yg mengalami kerusakan:
a. Tumpahan racun bisa masuk kesaluran hidung. Kulit di sekitar hidung terbakar.
b. Faring, laring dan esofagus terkikis dan dalam beberapa menit glotis akan edema. Mukosa saluran nafas bisa rusak dan terjadi aspirasi cairan ke paru sehingga terjadi edema paru dan hemoragik.
c. Tumpahan racun ke paru bisa menimbulkan edema paru dan bronkopneumonia akibatnya terjadi kematian.
manifestasi klinis yang ditimbulkan oleh asam formiat atau cuka para tidak menginvasi ke dalam jaringan, seperti halnya pada intoksikasi oleh basa. Manifestasi yang muncul hanya di daerah permukaan dari lapisan terluar yg terkena oleh cuka para.
Penegakan diagnosis
Anamnesis dengan sangat jelas dapat menunjukan adanya injury pada pasien yg disebabkan oleh bahan kimia korosif.
a. Pemeriksaan esofagogram : Adanya perforasi atau mediastinitis.
b. Pemeriksaan endoskopi. Melihat kerusakan mukosa :
· Derajat I : Fribialitis mukosa, hiperemis, edema. Meskipun ada beberapa lesi erosif, tetapi secara keseluruhan mukosa masih baik. Penderita akan dapat menelan kembali dalam waktu singkat secara normal.
· Derajat II : Keadaan sudah lebih berat, terjadinya erosi pada mukosa dengan mukosa yang pariable, erosif, banyak terdapat tukak dengan eksudat, sering ada spasme dan perdarahan di mukosa esofagus.
· Derajat III : Derajat II + perforasi akibat dari nekrosis pada mukosa submukosa s/d otot.
Pemeriksaan tambahan
- Lab
· Pemeriksaan pH dari agen / botol berisi cuka paranya : o pH kurang dari 2 atau lebih besar dari 12,5 mengindikasikan potensi kerusakan jaringan lebih besar
· Pemeriksaan pH saliva
· Complete blood count (CBC), pemeriksaan kadar elektrolit, kreatinin, dan analisis gas darah (blood gas analysis)
· Tes fungsi hati dan DIC
· Urinalisis dan output urin, untuk membantu memperkirakan terapi fluid replacement.
- Pencitraan
· Foto polos dada – caritahu mediastinitis, efusi pleura, pneumoperitoneum, pneumonitis aspirasi · Radiografi abdomen
· Esofagoskopi tidak dilakukan
· Ultrasonografi Endoskopik
Penatalaksanaan
Pertolongan Pertama (ATLS)
Penderita harus dilakukan resusitasi dalam usaha membuat penderita dalam keadaan penderita sestabil mungkin, seperti dianjurkan dibawah ini:
1. Airway
a. Pasang airway atau intubasi bila perlu
b. Suction dimana perlu
c. Pasang NGT untuk mencegah aspirasi
2. Breathing
a. Tentukan laju pernafasan, berikan oksigen
b. Ventilasi mekanik bila diperlukan
c. Pasang chest tube dimana perlu
3. Circulation
a. Control perdarahan luar
b. Pasang 2 jalur infuse, mulai pemberian kristaloid
c. Perbaiki kehilangan darah dengan kristaloid atau darah dan teruskan pemberian selama transportasi
d. Pasang kateter uretra untuk monitor keluaran urin
e. Monitor kecepatan dan irama jantung
4. Susunan syaraf pusat
a) Bila penderita tidak sadar, bantuan pernafasan
b) Berikan manitol atau diuretika dimana diperlukan
c) Imobilisasi kepala, leher, toraks, dan/atau vertebrae lumbalis
5. Pemeriksaan diagnostic
a. Foto ronsen servikal, toraks, pelvis, ekstremitas
b. Pemeriksaan lanjutan seperti CT scan dan aortogarfi biasanya tidak ada indikasi
c. Pemeriksaan Hb, Ht, golongan darah dan cross match, analisis gas darah, tes kehamilan semua wanita usia subur
d. Penentuan denyut jantung dan saturasi Hb (EKG dan pulse oximetry)
6. Luka
a. Setelah control perdarahan, bersihkan dan perban luka
b. Berikan profilaksis tetanus
c. Antibiotika dimana diperlukan
1. Perawatan di tempat kejadian
· Langsung caritahu agen yang terminum/ teringesti, volume dan jumlah teringesti · Jangan rangsang muntah
· (KONTROVERSIAL) Jumlah sedikit diluen, secepatnya berikan air atau susu untuk mencegah menempelnya (adhering) partikel terhadap mukosa esofagus. > 30 menit setelah kejadian jangan lagi dilakukan.
2. Perawatan intensif di UGD :
· Diprioritaskan – jalur napas dan tanda vital, monitoring jantung segera dan akses intravena. · Kontrol jalur napas
o Karena resiko yang sangat cepat dari edema jalur napas, evakuasi segera jalur napas dan kondisi kesadaran. Persiapkan segera alat intubasi endotrakeal dan krikotirotomi. Intubasi orotrakeal atau intubasi dengan bantuan optik fiber lebih baik daripada nasotrakeal untuk mencegah perforasi jaringan lunak
o Sebisanya, hindari induksi paralisis saat intubasi karena resiko dari distorsi anatomi akibat perdarahan dan nekrosis.
o Krikotirotomi atau percutaneous needle cricothyrotomy penting dilakukan bila didapat tanda friabilitas ekstrem jaringan atau edema yang signifikan.
· Pengosongan lambung dan dekontaminasi :
o Jangan diberi obat perangsang muntah, cegah re-eksposur dengan agen kaustil
o Gastric lavage
o NGT suction – spasme dari spingter pilorik mencegah terpaparnya agen terhadap mukosa gaster sampai 90 menit – mencegah terpaparnya intestinal
· Pemberian cairan intravena.
3. Medikamentosa
· Penggunaan kortikosteroid
· Antibiotik – sefalosporin (ceftriaxone) 1-2 gram IV per 24 jam, tidak melebihi 4 g/hari
· Antibiotik – penisilin dan Beta-lactamase Inhibitor – jika terjadi perforasi
· Ampisilin dan sulbactam
· PPI – proton pump inhibitor – mencegah terpajannya esofagus yang terluka terhadap asam lambung, yang dapat menyebabkan striktura esofagus
· Pantoprazole – terapi untuk GER dan esofagitis erosif.
· Analgesik parenteral, monitor tanda sedasi dan depresi dari respirasi.
- Follow up
· Pasien yang tidak sengaja tertelan agen penyebab yang asimtomatik dan tidak menunjukkan gejala apapun, boleh dipulangkan 2-4 jam setelah observasi, tak ada kelainan anatomi, pasien harus bisa meminum cairan tanpa kesulitan, tak ada gangguan berbicara
· NPO (nothing per mouth)
· Esofagram setelah 3-4 minggu
- Terapi nutrisi (intake makanan)
· Prinsip : NPO (nothing per mouth) – jangan berikan apapun peroral
· FEEDING tube
o Alat kedokteran yang digunakan untuk pemberian makanan, dikarenakan pasien tidak dapat mengkonsumsi makanan dengan mengunyah
o Dinamakan enteral feeding / tube feeding
· Tipe enteral feeding :
o Nasogastrik – dengan selang nasogastrik (nares – esofagus – lambung)
o Gastric feeding tube – insersi melalui insisi di abdomen ke lambung (digunakan untuk pemasukan nutrisi enteral jangka panjang. Tipe paling umum adalah percutaneous endoscopic gastrostomy (PEG) tube
· Efektivitas
à Dapat digunakan untuk bolus ataupun pemberian makan terus menerus
- Yang perlu diperhatikan (yang salah) :
· Gagal mengevaluasi dan pertolongan jalur napas yang agresif · Upaya menetralkan zat yang tertelan dengan asam atau basa lemah
· Menginduksi muntah – karena dapat membuat esofagus terpajan ulang dengan bahan
· Asumsi bahwa tidak adanya luka bakar pada orofaring akan menyingkirkan kerusakan jaringan distal
· Gagal dalam memperoleh data zat/bahan yang tertelan
· Tidak segera merujuk ke dokter spesialis gastrointestinal / bedah digestif
Prognosis
· Dubia, bergantung pada beratnya luka bakar yang ditemukan akibat bahan korosif.
Komplikasi
· Syok
· Koma
· Edema laring
· Pneumonia aspirasi
· Perforasi esophagus
· Mediastinis
· Kematian