Sekilas Tentang Miopia (Rabun Jauh)

|6 comments
Miopia atau nearsightedness atau rabun jauh adalah suatu bentuk kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar akan dibiaskan pada suatu titik di depan retina pada mata tanpa akomodasi. Akomodasi adalah kemampuan mata untuk mengubah daya bias lensa dengan kontraksi otot siliar yang menyebabkan penambahan tebal dan kecembungan lensa sehingga bayangan pada jarak yang berbeda-beda akan terfokus di retina.

Kelainan ini banyak ditemukan pada anak-anak sekolah.5 Prevalensi penderita miopia di negara Amerika Serikat dan Eropa adalah sekitar 40-60% tetapi di asia prevalensinya mencapai 70 – 90 %, dan angka rata-ratanya meningkat di seluruh kelompok etnik. Penelitian yang pernah dilakukan oleh dr Vidyapati Mangunkusomo SpM, Kepala Subbagian Refraksi Bagian Mata Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia menunjukkan, dari 300 anak-anak sekolah di perkotaan, 15 % di antaranya mengalami kelainan refraksi. Padahal, di pedesaan hanya 11 %. Hanya 6-15 % dari anak-anak yang menderita miopia berasal dari orang tua yang tidak menderita miopia. Dalam suatu keluarga dengan salah satu orang tua yang menderita miopia, 23- 40 % anak-anaknya menjadi miopia. Jika kedua orang tuanya menderita miopia, angka ini meningkat rata-rata menjadi 33 – 60 % dimana anak-anak mereka menderita miopia. Pada suatu penelitian di Amerika didapatkan bila pada kedua orang tua menderita miopia memiliki kemungkinan 6 kali lebih anak-anak mereka akan menderita miopia dibandingkan dengan salah satu orang tua yang menderita atau tidak sama sekali orang tuanya menderita miopia.

Miopia dapat terjadi karena ukuran bola mata yang relatif panjang atau karena indeks bias media yang tinggi. Penyebab utamanya adalah genetik, namun faktor lingkungan juga dapat mempengaruhi seperti kekurangan gizi dan vitamin, dan membaca serta bekerja dengan jarak terlalu dekat dan waktu lama dapat menyebabkan miopia. Penyakit degeneratif seperti diabetes mellitus yang tidak terkontrol, katarak jenis tetentu, obat anti hipertensi serta obat-obatan tertentu dapat mempengaruhi kekuatan refraksi dari lensa yang dapat menimbulkan miopi.

Pada penderita miopia, keluhan utamanya adalah penglihatan yang kabur saat melihat jauh, tetapi jelas untuk melihat dekat. Kadang kepala terasa terasa sakit atau mata terasa lelah, misalnya saat berolah raga atau mengemudi.

Terapi yang dapat diberikan adalah koreksi kacamata dengan menggunakan lensa sferis konkaf ( negatif ). Lensa sferis negatif ini dapat mengoreksi bayangan pada miopia dengan cara memindahkan bayangan mundur tepat ke retina.

Cara-Cara Mencegah Stroke

|3 comments
Poin-poin yang diperlukan untuk mencegah terjadinya stroke adalah sebagai berikut:
  • Cegah makan makanan berlemak. Makanlah makanan yang rendah lemak.
  • Hindari meminum alkohol, apalagi lebih dari 1 atau 2 botol per hari.
  • Latihan secara rutin: 30 menit per hari jika Anda tidak kelebihan berat badan, 60-90 menit perhari apabila Anda kelebihan berat badan.
  • Jangan/kurangi merokok.
  • Kontrol gula darah Anda minimal 2 kali dalam setahun, terutama apabila di keluarga Anda ada riwayat tekanan darah tinggi. Lebih sering kontrol lebih direkomendasikan.
  • Kontrol kadar lemak tubuh (kolesterol, LDL, HDL, trigliserid) minimal setiap 5 tahun.


Transient Tachypnea Of the Newborn (TTN)

|0 comments

DEFINISI
Transient tachypnea of the newborn (TTN) ialah gangguan pernapasan pada bayi baru lahir yang berlangsung singkat yang biasanya berlangung short-lived (< 24 jam) dan bersifat self-limited  serta terjadi sesaat setelah ataupun beberapa jam setelah kelahiran, baik pada bayi yang prematur maupun pada bayi yang matur (lahir aterm).


PENYEBAB
TTN disebut juga wet lungs atau respiratory distress syndrome tipe II yang dapat didiagnosis beberapa jam setelah lahir. TTN tidak dapat didiagnosis sebelum lahir. TTN dapat terjadi pada bayi prematur (paru-paru bayi prematur belum cukup matang) ataupun bayi cukup bulan. Penyebab TTN lebih dikaitkan dengan beberapa faktor risiko yang meningkatkan kejadian TTN pada bayi baru lahir. Faktor risiko TTN pada bayi baru lahir di antaranya:
  • Lahir secara secar
  • Lahir dari ibu dengan diabetes
  • Lahir dari ibu dengan asma
  • Bayi kecil untuk usia kehamilan (small for gestational age)
Selama proses kelahiran melalui jalan lahir, terutama bayi cukup bulan, tekanan sepanjang jalan lahir akan menekan cairan dari paru-paru untuk keluar. Perubahan hormon selama persalinan juga berperan pada penyerapan cairan di paru-paru. Bayi yang kecil atau prematur atau yang lahir melalui jalan lahir dengan durasi singkat atau dengan secar tidak mengalami penekanan yang normal terjadi dan perubahan hormonal seperti kelahiran normal, sehingga mereka lebih berisiko mengalami penumpukan cairan di paru-paru saat mereka menarik napas untuk pertama kali.

PREVALENSI
Sebanyak 1 % bayi baru lahir mengalami TTN


PATOFISIOLOGI
Sebelum lahir paru-paru bayi terisi dengan cairan. Saat di dalam kandungan bayi tidak menggunakan paru-parunya untuk bernapas. Bayi mendapat oksigen dari pembuluh darah plasenta. Saat mendekati kelahiran, cairan di paru-paru bayi mulai berkurang sebagai respon dari perubahan hormonal. Cairan juga terperas keluar saat bayi lahir melewati jalan lahir (tekanan mekanis terhadap thoraks). Setelah lahir bayi mengambil napas pertamanya dan paru-paru terisi udara dan cairan di paru-paru didorong keluar. Cairan yang masih tersisa kemudian dibatukkan atau diserap tubuh secara bertahap melalui sistem pembuluh darah atau sistem limfatik. Bayi dengan TTN mengalami sisa cairan yang masih terdapat di paru-paru atau pengeluaran cairan dari paru-paru terlalu lambat sehingga bayi mengalami kesulitan untuk menghirup oksigen secara normal kemudian bayi bernapas lebih cepat dan lebih dalam untuk mendapat cukup oksigen ke paru-paru.






TANDA DAN GEJALA
  • Bernapas cepat dan dalam (takipnea) lebih dari 60 x/menit
  • Napas cuping hidung (nasal flare)
  • Sela iga cekung saat bernapas (retraksi interkostal)
  • Mulut dan hidung kebiruan (sianosis)
  • Grunting atau merintik/mendengkur saat bayi mengeluarkan napas
Selain tanda dan gejala tersebut, bayi dengan TTN tampak seperti bayi lainnya

DIAGNOSIS BANDING
Diangnosis banding yang terdekat dengan TTN antara lain:
·         Pneumonia
·         Hipertensi pulmonaris
·         Sindroma aspirasi mekonium
·         Penyakit membran hialin
Sebenarnya tidak begitu diperlukan untuk susah payah membedakan antara beberapa diagnosis banding tersebut karena semuanya dapat menyebabkan gangguan napas  dan mendapat terapi yang serupa/sama. Kebanyakan diagnosis pasti hanya diperlukan untuk rekam medis saja. Sering pada rekam medis hanya ditulis “distres respirasi”.

DIAGNOSIS
Karena TTN memiliki gejala yang mirip dengan gangguan pernapasan lain yang berat pada bayi seperti pneumonia atau hipertensi pembuluh darah paru-paru, maka dokter mungkin menggunakan bantuan foto rontgen sebagai tambahan pemeriksaan fisik untuk menegakkan diagnosis.
Indikator yang digunakan untuk mendiagnosis TTN :
  • Bayi dengan TTN hasil rontgen paru-paru akan tampak bercak dan cairan, lainnya normal
  • Pemantauan pulse-oximetry (sensor oksigen yang dipasang di ujung jari tangan atau kaki). Alat ini menunjukkan kadar oksigen yang dikirimkan dari paru-paru ke dalam darah. Kadangkala pemeriksaan kadar oksigen perlu diperiksa melalui tes darah
  • Tes darah lengkap kadangkala diperlukan untuk melihat apakah ada infeksi atau tidak


TATALAKSANA
·         Bayi dengan TTN DIAWASI dengan cermat. Kadangkala dapat diawasi di NICU (perawatan intensif bayi baru lahir). Pemantauan frekuensi jantung, pernapasan dan kadar oksigen.
·         Beberapa bayi diawasi dan dipastikan frekuensi pernapasan menurun dan kadar oksigen tetap normal, lainnya mungkin membutuhkan oksigen tambahan melalui masker, selang di bawah hidung atau kotak oksigen (headbox).
·         Jika bayi tetap berusaha keras untuk bernapas meskipun oksigen sudah diberikan, maka continous positive airway pressure (CPAP) dapat digunakan untuk memberikan aliran udara ke paru-paru. Dengan CPCP bayi mengenakan selang oksigen di hidung dan mesin secara berkesinambungan memberikan udara bertekanan ke hidung bayi untuk membantu paru-paru tetap terbuka selama pernapasan.
·         Pada kasus berat maka bayi dapat membutuhkan bantuan ventilator, namun ini jarang terjadi.
·         Nutrisi dapat menjadi masalah tambahan jika bayi bernapas terlalu cepat sehingga bayi tidak dapat mengisap,menelan dan bernapas secara bersamaan. Pada kasus ini maka infus melalui pembuluh darah perlu diberikan agar bayi tidak dehidrasi dan kadar gula darah bayi tetap terjaga.
·         Dalam 24-48 jam proses pernapasan bayi dengan TTN biasanya akan membaik dan kembali normal dan dalam 72 jam semua gejala TTN sudah tidak ada. Jika keadaan bayi belum membaik maka dokter harus mencari kemungkinan penyebab lainnya yang mungkin menyertai.
·         Setelah bayi pulih dari TTN umumnya bayi akan pulih sepenuhnya, inilah syarat dimana bayi boleh dipulangkan. Sebelum pulang berikan edukasi kepada ibu agar melakukan observasi di rumah dengan memantau tanda-tanda gangguan pernapasan seperti kesulitan bernapas, tampak biru, sela iga cekung saat bernapas, bila hal ini muncul segera hubungi dokter dan unit gawat darurat terdekat.


PROGNOSIS
Vitam dan fungsionam: Dubia ad bonam, tergantung penyebab, banyaknya tanda dan gejala pasien, serta adekuatnya tatalaksana dari dokter.

KOMPLIKASI
Apabila tatalaksananya buruk, komplikasi yang mungkin seperti:
·         Hipoksia karena penanganan terlalu lama, akibatnya terjadi kekurangan nutrisi pada organ-organ vital (otak, jantung, paru, ginjal).
·         Asidosis metabolic (hipoglikemia, hipotermia).

Patofisiologi Anemia Pada Penderita Usia Lanjut (USILA)

|0 comments

PATOFISIOLOGI
Ada beberapa mekanisme yang mendasari terjadinya anemia pada usila, yaitu:

  • Penurunan kinerja sumsum tulang: sumsum tulang, meskipun sepanjang hidup selalu dinamis dalam memproduksi sel darah merah dan mereplikasi diri (self-replication) untuk menunjang fungsinya, sumsum tulang tetap saja melalui periode penurunan fungsi secara fisiologis ke tahap yang drastis. Dimana periode ini disebut tahap inovulasi sumsum tulang. Pada tahap ini yang mencolok ialah penurunan daya replikasi sumsum tulang sehingga baik stroma sumsum tulang yang digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan sel-sel induk (pluripoten) maupun kecepatan diferensiasi sel-sel progenitor untuk mencapai maturitas, akan menurun. Dampak globalnya ialah terjadi penurunan sintesis sel darah merah. Hal inilah yang mendasari betapa mudahnya seorang usila terkena onset anemia.
  • Penyakit kronis yang mendasari: adanya penyakit kronis pada seorang usila, mempercepat dimulainya anemia. Di samping itu, dalam beberapa penelitian dikatakan bahwa faktor-faktor pembekuan menurun seiring usia, juga sistem imunitas tubuh yang kian menurun, sehingga mempersulit terjadinya suatu tahap penyembuhan. Penyakit kronis, yang notabenenya adalah onset perdarahan, akan sulit disembuhkan pada kondisi usila dengan gangguan faktor pembekuan dan imunitas. Perdarahan yang terjadi semakin lama, semakin kronis. Anemia yang terjadi biasanya ialah anemia defisiensi besi akibat perdarahan kronis.
  • Penurunan sintesis eritropoietin: kemampuan ginjal dalam berbagai fungsinya akan terus menurun seiring proses penuaan, termasuk kemampuannya dalam mensintesis eritropoietin. Kompensasi tubuh hanya mampu menghasilkan 10 % eritropoietin apabila ginjal tidak memproduksinya. Kekurangan eritropoietin yang merupakan faktor pertumbuhan sel darah merah, mengakibatkan  progenitor eritroid tidak berdiferensiasi menjadi sel darah merah. Kekurangan sel darah merah mengakibatkan kekurangan hemoglobin, sehingga terjadi anemia.
  • Proses autoimun: kadangkala ada proses autoimun yang mendasari terjadinya anemia. Sel-sel parietal lambung yang akibat proses autoimun mengalami atrofi, mengakibatkan lambung menjadi tipis dengan infiltrasi sel plasma dan limfosit, sehingga berdampak pada penurunan cadangan faktor intrinsik di parietal lambung. Dimana faktor intrinsik yang menurun di parietal lambung ini mengakibatkan ileum sedikit menyerap vitamin B 12. Dampaknya terjadi anemia megaloblastik (anemia pernisiosa).
  • Kurang intake: pada usila, penurunan nafsu makan secara fisiologis akan terjadi. Apabila sampai ke periode tersebut, meskipun sedikit berpengaruh terhadap kurangnya intake atau asupan, faktor ini masih dipertimbangkan karena faktor diet yang buruk tidak jarang mengakibatkan anemia, terutama anemia defisiensi besi. Anemia yang disebabkan akibat kurang nafsu makan sehingga kurang asupan, akan memperburuk percepatan tingginya nafsu makan lagi karena anemia sendiri tidak hanya sebagai akibat dari kurang nafsu makan, tetapi juga sebagai penyebab kurangnya nafsu makan. Hasilnya, keadaan ini menjadi suatu lingkaran setan.

Fungsi Ginjal Kita

|0 comments
Fungsi Ginjal

          Ginjal menjaga kestabilan lingkungan ekstraselular yang berfungsi mendukung fungsi sel-sel seluruh tubuh. Sebagai pengontrol keseimbangan air dan ion dengan mengatur ekskresi air, sodium, potasium, klorida, magnesium, kalsium, fosfat, dan banyak substansi lain, juga dengan mengatur keseimbangan asam-basa. Filtrat dibentuk di glomerulus lalu dibawa melalui tubulus dimana volume dan kandungannya diubah dengan mekanisme reabsorpsi atau sekresi. Rearbsorpsi cairan terjadi di tubulus proksimal, dengan penyesuaian yang sangat baik terhadap komposisi urine yang sedang diproses di tubulus distal dan duktus pengumpul (collecting duct). Ansa Henle mengkosentrasikan urine (memekatkan urine).

           Epitel tubuler ialah sel yang tebal. Di tepi/daerah apikal dan luminalnya, sel tubuler memiliki tight juction, membatasi cairan tubuler dari plasma peritubuler, sehingga dapat terjadi proses trasport yang membuat gradien konsentrasi menyebrang ke epitel tubuler. Sel-sel kapsula bowman adalah sel-sel epitel squamus yang tipis, tetapi di tubulus, sel-selnya ialah sel-sel epitel kolumnar, berguna untuk proses trasport.
           Tubulus proksimal awalnya bergelung lalu berbentuk lurus hingga ansa henle. Sel-sel tubuler panjang, sel-sel epitel kolumnar dengan banyak mikrovili, daerah permukaan yang tinggi, aparatus endositik luminal yang berkembang baik. Banyak substansi yang secara aktif di reabsorpsi di tubulus proksimal, seperti sodium, potasium, kalsium, fosfat, glukosa, asam amino, dan air. Aktifitas reabsorpsi mengurangi volume filtrat, tetapi karena air bergerak secara osmotik (konsentrasi kecil ke konsentrasi besar; perpindahan dimana yang lebih cair mengencerkan yang lebih pekat) bersama molekul solut tereabsorpsi lainnya, filtrat tidak pekat (reabsorpsi iso-osmotik). Karena tubulus proksimal yang lurus menjadi ansa henle desendens bagian tipis, sel-selnya pun menjadi lebih ‘tipis dan gepeng’ dengan lebih sedikit mikrovili. Lalu menjadi ansa henle asendens bagian tipis, kemudian ansa henle asendens bagian tebal yang secara predominan mengandung sel-sel kuboid.
          Transport aktif  memerlukan energi dalam bentuk ATP (3Na+/2K+ ATPase). Sejumlah ion dan molekul dapat bergerak secara transport pasif dengan muatan listrik atau konsentrasi gradien. Molekul air tidak dapat dipompa secara langsung ; tapi hanya bisa dengan osmosis ketika ada gradien konsentrasi ion atau molekul yang melintasi membran semipermeabel. Jika partikel bermuatan bergerak, elektroneutralitas dapat dijaga dengan co-transport pada partikel yang bergerak dengan arah yang sama dengan muatan yang berbeda, atau dengan counter-transport pada partikel yang bergerak dengan arah yang berlawanan terhadap partikel dengan muatan yang sama (artinya bahwa ada gaya tarik partikel berlawanan muatan). Suatu molekul dapat bergerak dengan linked transport  ke/bersama molekul lain yang sedang bergerak karena ada muatan listrik atau gradien konsentrasi.
          Ada beberapa hormon yang bekerja pada ginjal, antara lain ADH, aldosteron, paratiroid, atrial natriuetic peptide. ADH atau vasopresin ialah peptida yang dilepaskan oleh glandula hipofisis posterior yang berfungsi sebagai mekanisme reabsorpsi air di duktus koligentes (collecting duct). Aldosteron ialah hormon steroid yang diproduksi oleh korteks adrenal yang berfungsi untuk reabsorpsi sodium di duktus koligentes. Atrial natriuetic peptide diproduksi di sel-sel jantung berfungsi untuk sekresi sodium di duktus koligentes. Hormon paratiroid diproduksi oleh kelenjar paratiroid yang berfungsi untuk ekskresi fosfat, reabsorpsi kalsium di ginjal, dan produksi vitamin D.
          Ada pula hormon yang diproduksi oleh ginjal. Renin, ialah sejenis protein yang dilepas oleh aparatus jukstaglomerulus; menghasilkan bentuk angiotensin II, yang bekerja langsung pada nefron dan melalui aldosteron untuk retensi sodium, serta berfungsi pula sebagai vasokonstriktor. Vitamin D ialah hormon steroid yang dimetabolisme di ginjal dalam bentuk aktif 1,25-dihidrokolekalsiferol, yang berfungsi untuk absorpsi kalsium dan fosfat dari usus sebagai suatu kinerja utamanya. Eritropoietin ialah protein yang diproduksi di ginjal yang berfungsi untuk pembentukan sel darah merah di sumsum tulang. Prostaglandin diproduksi di ginjal dan memiliki efek yang bervariasi khususnya menentukan sifat dari pembuluh darah ginjal.


Teori Perubahan Perilaku Kesehatan

|2 comments

Perilaku Kesehatan
(Teori Perubahan Perilaku Kesehatan)*
Mariatul Fadilah dr, MARS


Hal yang penting dalam perilaku kesehatan adalah masalah pembentukan dan perubahan perilaku. Karena perubahan perilaku merupakan tujuan pendidikan atau penyuluhan kesehatan sebagai penunjang program-program kesehatan yang lainnya. Banyak teori tentang perubahan perilaku ini, antara lain akan diuraikan dibawah.

1. Teori Stimulus-Organisme-Respons (SOR)

Teori ini mendasarkan asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku tergantung kepada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme. Artinya kualitas dari sumber komunikasi (sources) misalnya kredibilitas, kepemimpinan, gaya berbicara sangat menentukan keberhasilan perubahan perilaku seseorang, kelompok atau masyarakat.

Hosland, et al (1953) mengatakan bahwa proses perubahan perilaku pada hakekatnya sama dengan proses belajar. Proses perubahan perilaku tersebut menggambarkan proses belajar pada individu yang terdiri dari :

a. Stimulus (rangsang) yang diberikan pada organisme dapat diterima atau ditolak. Apabila stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak berarti stimulus itu tidak efektif mempengaruhi perhatian individu dan berhenti disini. Tetapi bila stimulus diterima oleh organisme berarti ada perhatian dari individu dan stimulus tersebut efektif.

b. Apabila stimulus telah mendapat perhatian dari organisme (diterima) maka ia mengerti stimulus ini dan dilanjutkan kepada proses berikutnya.

c. Setelah itu organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan untuk bertindak demi stimulus yang telah diterimanya (bersikap).

d. Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan maka stimulus tersebut mempunyai efek tindakan dari individu tersebut (perubahan perilaku).

Selanjutnya teori ini mengatakan bahwa perilaku dapat berubah hanya apabila stimulus (rangsang) yang diberikan benar-benar melebihi dari stimulus semula. Stimulus yang dapat melebihi stimulus semula ini berarti stimulus yang diberikan harus dapat meyakinkan organisme. Dalam meyakinkan organisme ini, faktor reinforcement memegang peranan penting.

Proses perubahan perilaku berdasarkan teori SOR ini dapat digambarkan seperti dibawah (lihat bagan).

2. Teori Festinger (Dissonance Theory)

Finger (1957) ini telah banyak pengaruhnya dalam psikologi sosial. Teori ini sebenarnya sama dengan konsep imbalance (tidak seimbang). Hal ini berarti bahwa keadaan cognitive dissonance merupakan keadaan ketidakseimbangan psikologis yang diliputi oleh ketegangan diri yang berusaha untuk mencapai keseimbangan kembali. Apabila terjadi keseimbangan dalam diri individu maka berarti sudah tidak terjadi ketegangan diri lagi dan keadaan ini disebut consonance (keseimbangan).

Dissonance (ketidakseimbangan) terjadi karena dalam diri individu terdapat 2 elemen kognisi yang saling bertentangan. Yang dimaksud elemen kognisi adalah pengetahuan, pendapat, atau keyakinan. Apabila individu menghadapi suatu stimulus atau objek dan stimulus tersebut menimbulkan pendapat atau keyakinan yang berbeda / bertentangan didalam diri individu sendiri maka terjadilah dissonance.

Sherwood dan Borrou merumuskan dissonance itu sebagai berikut :

                   Pentingnya stimulus x jumlah kognitif dissonance
Dissonance = --------------------------------------------------------
                   Pentingnya stimulus x jumlah kognitif consonance

Rumus ini menjelaskan bahwa ketidakseimbangan dalam diri seseorang yang akan menyebabkan perubahan perilaku terjadi disebabkan karena adanya perbedaan jumlah elemen kognitif yang seimbang dengan jumlah elemen kognitif yang tidak seimbang serta sama-sama pentingnya. Hal ini akan menimbulkan konflik pada diri individu tersebut.

Contoh : Seorang ibu rumah tangga yang bekerja di kantor. Di satu pihak, dengan bekerja ia dapat tambahan pendapatan bagi keluarganya yang akhirnya dapat memenuhi kebutuhan bagi keluarga dan anak-anaknya, termasuk kebutuhan makanan yang bergizi. Apabila ia tidak bekerja, jelas tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok keluarga. Di pihak yang lain, apabila ia bekerja, ia kuatir terhadap perawatan terhadap anak-anaknya akan menimbulkan masalah. Kedua elemen (argumentasi) ini sama-sama pentingnya, yakni rasa tanggung jawabnya sebagai ibu rumah tangga yang baik.

Titik berat dari penyelesaian konflik ini adalah penyesuaian diri secara kognitif. Dengan penyesuaian diri ini maka akan terjadi keseimbangan kembali. Keberhasilan tercapainya keseimbangan kembali ini menunjukkan adanya perubahan sikap dan akhirnya akan terjadi perubahan perilaku.

3. Teori Fungsi

Teori ini berdasarkan anggapan bahwa perubahan perilaku individu itu tergantung kepada kebutuhan. Hal ini berarti bahwa stimulus yang dapat mengakibatkan perubahan perilaku seseorang apabila stimulus tersebut dapat dimengerti dalam konteks kebutuhan orang tersebut. Menurut Katz (1960) perilaku dilatarbelakangi oleh kebutuhan individu yang bersangkutan. Katz berasumsi bahwa :

a. Perilaku itu memiliki fungsi instrumental, artinya dapat berfungsi dan memberikan pelayanan terhadap kebutuhan. Seseorang dapat bertindak (berperilaku) positif terhadap objek demi pemenuhan kebutuhannya. Sebaliknya bila objek tidak dapat memenuhi memenuhi kebutuhannya maka ia akan berperilaku negatif. Misalnya orang mau membuat jamban apabila jamban tersebut benar-benar menjadi kebutuhannya.

b. Perilaku dapat berfungsi sebagai defence mecanism atau sebagai pertahanan diri dalam menghadapi lingkungannya. Artinya dengan perilakunya, dengan tindakan-tindakannya, manusia dapat melindungi ancaman-ancaman yang datang dari luar. Misalnya orang dapat menghindari penyakit demam berdarah karena penyakit tersebut merupakan ancaman bagi dirinya.

c. Perilaku berfungsi sebagai penerima objek dan memberikan arti. Dalam peranannya dengan tindakannya itu, seseorang senantiasa menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dengan tindakan sehari-hari tersebut seseorang telah melakukan keputusan-keputusan sehubungan dengan objek atau stimulus yang dihadapi.

Pengambilan keputusan yang mengakibatkan tindakan-tindakan tersebut dilakukan secara spontan dan dalam waktu yang singkat. Misalnya bila seseorang merasa sakit kepala maka secara cepat tanpa berpikir lama ia akan bertindak untuk mengatasi rasa sakit tersebut dengan membeli obat di warung dan meminumnya, atau tindakan-tindakan lain.

d. Perilaku berfungsi sebagai nilai ekspresif dari diri seseorang dalam menjawab suatu situasi. Nilai ekspresif ini berasal dari konsep diri seseorang dan merupakan pencerminan dari hati sanubari. Oleh sebab itu perilaku itu dapat merupakan "layar" dimana segala ungkapan diri orang dapat dilihat. Misalnya orang yang sedang marah, senang, gusar, dan sebagainya dapat dilihat dari perilaku atau tindakannya.

Teori ini berkeyakinan bahwa perilaku itu mempunyai fungsi untuk menghadapi dunia luar individu dan senantiasa menyesuaikan diri dengan lingkungannya menurut kebutuhannya. Oleh sebab itu didalam kehidupan manusia, perilaku itu tampak terus-menerus dan berubah secara relatif.

4. Teori Kurt Lewin

Kurt Lewin (1970) berpendapat bahwa perilaku manusia adalah suatu keadaan yang seimbang antara kekuatan-kekuatan pendorong (driving forces) dan kekuatan-kekuatan penahan (restrining forces). Perilaku ini dapat berubah apabila terjadi ketidakseimbangan antara kedua kekuatan tersebut didalam diri seseorang.

Sehingga ada 3 kemungkinan terjadinya perubahan perilaku pada diri seseorang itu, yakni :

a. Kekuatan-kekuatan pendorong meningkat. Hal ini terjadi karena adanya stimulus-stimulus yang mendorong untuk terjadinya perubahan-perubahan perilaku. Stimulus ini berupa penyuluhan-penyuluhan atau informasi-informasi sehubungan dengan perilaku yang bersangkutan. Misalnya seseorang yang belum ikut KB (ada keseimbangan antara pentingnya anak sedikit dengan kepercayaan banyak anak banyak rezeki) dapat berubah perilakunya (ikut KB) kalau kekuatan pendorong yakni pentingnya ber-KB dinaikkan dengan penyuluhan-penyuluhan atau usaha-usaha lain.


                      Kekuatan Pendorong - Meningkat

Perilaku Semula -----------------------------------------> Perilaku Baru

                            Kekuatan Penahan


b. Kekuatan-kekuatan penahan menurun. Hal ini akan terjadi karena adanya stimulus-stimulus yang memperlemah kekuatan penahan tersebut. Misalnya contoh tersebubt diatas, dengan memberikan pengertian kepada orang tersebut bahwa anak banyak rezeki, banyak adalah kepercayaan yang salah maka kekuatan penahan tersebut melemah dan akan terjadi perubahan perilaku pada orang tersebut.


                               Kekuatan Pendorong

Perilaku Semula -----------------------------------------> Perilaku Baru

                               Kekuatan Penahan - Menurun


c. Kekuatan pendorong meningkat, kekuatan penahan menurun. Dengan keadaan semacam ini jelas juga akan terjadi perubahan perilaku. Seperti contoh diatas, penyuluhan KB yang berisikan memberikan pengertian terhadap orang tersebut tentang pentingnya ber-KB dan tidak benarnya kepercayaan anak banyak, rezeki banyak, akan meningkatkan kekuatan pendorong dan sekaligus menurunkan kekuatan penahan.


                          Kekuatan Pendorong - Meningkat

Perilaku Semula -----------------------------------------> Perilaku Baru

                          Kekuatan Penahan - Menurun







PERUBAHAN PERILAKU

Perubahan Perilaku
Jika kita menemukan cara untuk mencari manfaat dari kesehatan terhadap kepekaaan dan perilaku yang responsif dan penyesuaian gaya hidup yang kondusif pada kesehatan, di profesi kita kesehatan harus menemukan arti yang paling efektif dari perluasan manfaat  kesehatan untuk semua.

Prochaska dan DiClemente membantu dengan pengidetifikasian 4 tahap proses pembentukan perubahan perilaku kesehatan :
1.      Prekontemplasi (dimana orang yang tidak tertarik dan tidak berpikir untuk berubah)
2.      Kontemplasi/perenungan (dimana pertimbangan serius diberikan untuk mengubah perilaku)
3.      Tindakan (6 bulan setelah dilakukan usaha untuk mengubah perilaku)
4.      Pemeliharaan (masa dari 6 bulan setelah perubahan perilaku dilakukan dan permasalahan perilaku diperbaiki)

Pada model ”tahap perubahan” sangat berguna ketika rancangan intervensi promosi kesehatan untuk target populasi yang spesifik. Ini menguatkan para praktisi untuk menggunakan strategi yang paling efektif untuk menimbulkan dan menyokong perubahan perilaku, tergantung tahap mana mereka berada.

Berdasarkan Prochaska, mayoritas promosi kesehatan/program pencegahan penyakit dirancang untuk komunitas skala kecil (minoritas) pada tahap tindakan. Dia memperkirakan di antara orang-orang tersebut yang perokok pada tahun 1985 hampir 70% tidak siap pada tahap tindakan. Pada 1986 tahapannya adalah sbb :
1.      Prekontemplasi 35%
2.      Kontemplasi 34%
3.      a. Siap untuk tindakan 15%
b. Tindakan 12%
4.      Pemeliharaan 4%

Dalam perencanaan, implementasi dan evaluasi program promosi kesehatan, praktisi seharusnya mengetahui hal-hal tentang tahapan adopsi  dan kurva difusi. Ini secara umum menerima 6 tipe individu/grup yang menganggap adopsi sebagai inovasi. Individu ini dari inovator hingga adopter lambat yang berada pada level ujung pada kurva lonceng., dengan adopter awal, mayoritas awal, mayoritas akhir dan adopter akhir berada di antara 2-tails pada kurva lonceng.

Ini juga penting  bagi praktisi untuk mengetahui 5 tahap dari adopsi : kesadaran, ketertarikan, ujicoba, keputusan dan adopsi inovator, adopter awal, mayoritas awal, dan mayoritas akhir.

Tahapan perubahan perilaku yang berkaitan dengan Merokok
Usaha konseling merokok sebaiknya bertujuan untuk mengubah perokok berat melalui 4 tahap perubahan perilaku yang dilakukan Prochaska dan diClemente. Tahapan yang diadaptasi untuk menghentikan perokok tsb adalah :
1.      Prekontemplasi
Perokok tidak dimotivasi untuk berhenti merokok.
Mungkin alasannya : ketidaktahuan efek rokok yang berbahaya, kegagalan usaha untuk berhenti merokok di masa lalu, perilaku yang fatalistis, dsb.
Strategi : menciptakan kesadaran mengenai bahaya merokok dan manfaat berhenti merokok. Membantu menganalisa kegagalan usaha berhenti merokok di masa lalu dan mendorong untuk memulainya lagi.

2.      Kontemplasi
Perokok dimotivasi untuk berhenti merokok namun tidak diatur tanggal dimulainya berhenti merokok.
Stategi : penekanan pada harga rokok dan manfaat berhenti merokok, misalnya membeli rokok hanya membuang-buang uang, menjelaskan asap akibat rokok per hari dengan angka yang jelas, tes CO.

3.      Tindakan
Perokok merencanakan berhenti merokok dalam 1 bulan atau telah berhenti kurang dari 1 bulan.
Strategi : mengajarkan teknik khusus berhenti merokok. Memberi dukungan positif atas usahanya.

4.      Pemeliharaan
Perokok setidaknya telah berhenti merokok selama 1 bulan.
Strategi : memberi dukungan atas status mereka yang baru yang telah berhenti merokok dan mencegah merokok lagi, misalnya mengantisipasi situasi yang mungkin menyebabkan merokok lagi dan merencanakan tanggapan seseorang terlebih dahulu.

5.      Terminasi
Ini pada tahap stabil dimana tidak ada godaan untuk merokok di segala situasi dan kepercayaan yang tinggi untuk bertahan agar tidak merokok lagi.

Mengidentifikasi Tahapan pada Perokok
1.      apakah anda pernah terpikir untuk berhenti merokok ? tidak - tahap prekontemplator ; ya – setidaknya pada tahap prekontemplator
2.      apakah anda ingin berhenti merokok ? ya – setidaknya pada tahap kontemplator
3.      apakah anda berencana berhenti merokok ? tidak - tahap kontemplator ; ya –tahap tindakan
4.      berapa lama anda telah berhenti merokok ? kurang dari 1 bulan – tahap tindakan : lebih dari 1 bulan – tahap pemeliharaan

Promosi Motivasi Untuk Berhenti
Seluruh pasien yang masuk pelayanan kesehatan sebaiknya dinilai status penggunaan tembakau secara rutin. Dokter sebaiknya menyarankan perokok untuk berhenti dan menilai harapan pasien untuk berusaha berhenti. Bagi pasien yang siap untuk berhenti saat ini, dokter seharusnya menggunakan rancangan intervensi singkat untuk mempromosi motivasi berhenti merokok