HEMATEMESIS MELENA

|0 comments
Definisi:
Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah pengeluaran faeses atau tinja yang berwarna hitam yang disebabkan oleh adanya perdarahan saluran makan bagian atas.
Warna hematemesis tergantung pada lamanya hubungan atau kontak antara darah dengan asam lambung dan besar kecilnya perdarahan, sehingga dapat berwarna seperti kopi atau kemerah-merahan dan bergumpal-gumpal.
Biasanya terjadi hematemesis bila ada perdarahan di daerah proksimal jejunun dan melena dapat terjadi tersendiri atau bersama-sama dengan hematemesis. Paling sedikit terjadi perdarahan sebanyak 50-100 ml, baru dijumpai keadaan melena. Banyaknya darah yang keluar selama hematemesis atau melena sulit dipakai sebagai patokan untuk menduga besar kecilnya perdarahan saluran makan bagian atas. Hematemesis dan melena merupakan suatu keadaan yang gawat dan memerlukan perawatan segera di rumah sakit.

Etiologi:
Penyebab perdarahan saluran makan bagian atas:
-Traumatik
-Kelainan esofagus: varises, esofagitis, keganasan.
-Kelainan lambung dan duodenum: tukak lambung dan duodenum, keganasan dan lain-lain.
-Penyakit darah: leukemia, DIC (disseminated intravascular coagulation), purpura trombositopenia dan lain-lain.
-Penyakit sistemik: uremia

Epidemiologi:
Penyebab perdarahan saluran makan bagian atas yang terbanyak dijumpai di Indonesia adalah pecahnya varises esofagus dengan rata-rata 45-50 % seluruh perdarahan saluran makan bagian atas, kemudian menyusul gastritis hemoragika dengan 20 - 25%. ulkus peptikum dengan 15 - 20%, sisanya oleh keganasan, uremia dan sebagainya

Patofisio:
-Varises esofagus
terjadi jika aliran darah menuju hati terhalang(pada sirosis hepatis ataupun gagal jantung kongestif) Aliran tersebut akan mencari jalan lainke pembuluh darah di esofagus, lambung, atau rektum yang lebih kecil dan lebih mudah pecah. Tidak imbangnya antara tekanan aliran darah dengan kemampuan pembuluh darah mengakibatkan pembesaran pembuluh darah (varises).

-gastritis
inflamasi (pembengkakan) dari mukosa lambung termasuk gastritis erosiva yang disebabkan oleh iritasi, refluks cairan kandung empedu dan pankreas, haemorrhagic gastritis, infectious gastritis, dan atrofi mukosa lambung. Inflamasi ini mengakibatkan sel darah putih menuju ke dinding lambung sebagai respon terjadinya kelainan pada bagian tersebut. Mekanisme kerusakan mukosa pada gastritis diakibatkan oleh ketidakseimbangan antara faktor-faktor pencernaan, seperti asam lambung dan pepsin dengan produksi mukous, bikarbonat dan aliran darah. Banyak hal yang dapat menjadi penyebab gasttritis. Beberapa penyebab utama dari gastritis adalah Infeksi, iritasi dan reaksi autoimun

Diagnosis:
Anamnesis, Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium
Dilakukan anmnesis yang teliti dan bila keadaan umum penderita lamah atau kesadaran menurun .
perdarahan saluran makan bagian atas yang disebabkan pecahnya varises esofagus tidak dijumpai adanya keluhan rasa nyeri atau pedih di daerah epigastrium dan gejala hematemesis timbul secara mendadak. Dari hasil anamnesis sudah dapat diperkirakan jumlah perdarahan yang keluar dengan memakai takara yang praktis seperti berapa gelas, berapa kaleng dan lain-lain.
Pemeriksaan fisik penderita perdarahan saluran makan bagian atas yang perlu diperhatikan adalah keadaan umum, kesadaran, nadi, tekanan darah, tanda-tanda anemia dan gejala-gejala hipovolemik agar dengan segera diketahui keadaan yang lebih serius seperti adanya rejatan atau kegagalan fungsi hati. Disamping itu dicari tanda-tanda hipertensi portal dan sirosis hepatis, seperti spider naevi, ginekomasti, eritema palmaris, caput medusae, adanya kolateral, asites, hepatosplenomegali dan edema tungkai.
Pemeriksaan laboratorium seperti kadar hemoglobin, hematokrit, leukosit, sediaan darah hapus, golongan darah dan uji fungsi hati segera dilakukan secara berkala untuk dapat mengikuti perkembangan penderita.
Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan radiologik dilakukan dengan pemeriksaan esofagogram untuk daerah esofagus dan diteruskan dengan pemeriksaan double contrast pada lambung dan duodenum. emeriksaan tersebut dilakukan pada berbagai posisi terutama pada daerah 1/3 distal esofagus, kardia dan fundus lambung untuk mencari ada/tidaknya varises. Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan, dianjurkan pemeriksaan radiologik ini sedini mungkin, dan sebaiknya segera setelah hematemesis berhenti.
Pemeriksaan endoskopik
Dengan adanya berbagai macam tipe fiberendoskop, maka pemeriksaan secara endoskopik menjadi sangat penting untuk menentukan dengan tepat tempat asal dan sumber perdarahan. Keuntungan lain dari pemeriksaan endoskopik adalah dapat dilakukan pengambilan foto untuk dokumentasi, aspirasi cairan, dan biopsi untuk pemeriksaan sitopatologik. Pada perdarahan saluran makan bagian atas yang sedang berlangsung, pemeriksaan endoskopik dapat dilakukan secara darurat atau sedini mungkin setelah hematemesis berhenti.
Pemeriksaan ultrasonografi dan scanning hati
Pemeriksaan dengan ultrasonografi atau scanning hati dapat mendeteksi penyakit hati kronik seperti sirosis hati yang mungkin sebagai penyebab perdarahan saluran makan bagian atas.
Terapi:
Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas harus sedini mungkin dan sebaiknya diraat di rumah sakit untuk mendapatkan pengawasan yang teliti dan pertolongan yang lebih baik. Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas meliputi :
1. Pengawasan dan pengobatan umum
* Penderita harus diistirahatkan mutlak, obat-obat yang menimbulkan efek sedatif morfin, meperidin dan paraldehid sebaiknya dihindarkan.
* Penderita dipuasakan selama perdarahan masih berlangsung dan bila perdarahan berhenti dapat diberikan makanan cair.
* Infus cairan langsung dipasang dan diberi larutan garam fisiologis selama belum tersedia darah.
* Pengawasan terhadap tekanan darah, nadi, kesadaran penderita dan bila perlu dipasang CVP monitor.
* Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu dilakukan untuk mengikuti keadaan perdarahan.
* Transfusi darah diperlukan untuk menggati darah yang hilang dan mempertahankan kadar hemoglobin 50-70 % harga normal.
* Pemberian obat-obatan hemostatik seperti vitamin K, 4 x 10 mg/hari, karbasokrom (Adona AC), antasida dan golongan H2 reseptor antagonis (simetidin atau ranitidin) berguna untuk menanggulangi perdarahan.
* Dilakukan klisma atau lavemen dengan air biasa disertai pemberian antibiotika yang tidak diserap oleh usus, sebagai tindadakan sterilisasi usus. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya peningkatan produksi amoniak oleh bakteri usus, dan ini dapat menimbulkan ensefalopati hepatik.
2. Pemasangan pipa naso-gastrik
Tujuan pemasangan pipa naso gastrik adalah untuk aspirasi cairan lambung, lavage (kumbah lambung) dengan air , dan pemberian obat-obatan. Pemberian air pada kumbah lambung akan menyebabkan vasokontriksi lokal sehingga diharapkan terjadi penurunan aliran darah di mukosa lambung, dengan demikian perdarahan akan berhenti. Kumbah lambung ini akan dilakukan berulang kali memakai air sebanyak 100- 150 ml sampai cairan aspirasi berwarna jernih dan bila perlu tindakan ini dapat diulang setiap 1-2 jam. Pemeriksaan endoskopi dapat segera dilakukan setelah cairan aspirasi lambung sudah jernih.
3. Pemberian pitresin (vasopresin)
Pitresin mempunyai efek vasokoktriksi, pada pemberian pitresin per infus akan mengakibatkan kontriksi pembuluh darah dan splanknikus sehingga menurunkan tekanan vena porta, dengan demikian diharapkan perdarahan varises dapat berhenti. Perlu diingat bahwa pitresin dapat menrangsang otot polos sehingga dapat terjadi vasokontriksi koroner, karena itu harus berhati-hati dengan pemakaian obat tersebut terutama pada penderita penyakit jantung iskemik. Karena itu perlu pemeriksaan elektrokardiogram dan anamnesis terhadap kemungkinan adanya penyakit jantung koroner/iskemik.
4. Pemasangan balon Sengstaken Blakemore Tube
Dilakukan pemasangan balon SB tube untuk penderita perdarahan akibat pecahnya varises. Sebaiknya pemasangan SB tube dilakukan sesudah penderita tenang dan kooperatif, sehingga penderita dapat diberitahu dan dijelaskan makna pemakaian alat tersebut, cara pemasangannya dan kemungkinan kerja ikutan yang dapat timbul pada waktu dan selama pemasangan. Beberapa peneliti mendapatkan hasil yang baik dengan pemakaian SB tube ini dalam menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas akibat pecahnya varises esofagus. Komplikasi pemasangan SB tube yang berat seperti laserasi dan ruptur esofagus, obstruksi jalan napas tidak pernah dijumpai.
5. Pemakaian bahan sklerotik
Bahan sklerotik sodium morrhuate 5 % sebanyak 5 ml atau sotrdecol 3 % sebanyak 3 ml dengan bantuan fiberendoskop yang fleksibel disuntikan dipermukaan varises kemudian ditekan dengan balon SB tube. Tindakan ini tidak memerlukan narkose umum dan dapat diulang beberapa kali. Cara pengobatan ini sudah mulai populer dan merupakan salah satu pengobatan yang baru dalam menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas yang disebabkan pecahnya varises esofagus.
6. Tindakan operasi
Bila usaha-usaha penanggulangan perdarahan diatas mengalami kegagalan dan perdarahan tetap berlangsung, maka dapat dipikirkan tindakan operasi . Tindakan operasi yang basa dilakukan adalah : ligasi varises esofagus, transeksi esofagus, pintasan porto-kaval.
Operasi efektif dianjurkan setelah 6 minggu perdarahan berhenti dan fungsi hati membaik.
Prognosis: dubia
Pada umumnya penderita dengan perdarahan saluran makan bagian atas yang disebabkan pecahnya varises esofagus mempunyai faal hati yang buruk. terganggu sehingga setiap perdarahan baik besar maupun kecil mengakibatkan kegagalan hati yang berat. Banyak faktor yang mempengaruhi prognosis penderita seperti faktor umur, kadar Hb, tekanan darah selama perawatan, dan lain-lain. Hasil penelitian Hernomo menunjukan bahwa angka kematian penderita dengan perdarahan saluran makan bagian atas dipengaruhi oleh faktor kadar Hb waktu dirawat, terjadi/tidaknya perdarahan ulang, keadaan hati, seperti ikterus, encefalopati .
Mengingat tingginya angka kematian dan sukarnya dalam menanggulangi perdarahan sakuran makan bagian atas maka perlu dipertimbangkan tindakan yang bersifat preventif terutama untuk mencegah terjadinya sirosis hati.

Komplikasi:
Shcok hemorragik
Infeksi, pnemonia aspirasi
Kerusakan hati dan ginjal

Prevention:
-Hindari faktor penyebab.
-tidak menggunakan obat-obat yang mengiritasi lambung, makan teratur atau tidak terlalu cepat, mengurangi makan makanan yang terlalu pedas dan berminyak, hindari merokok dan banyak minum kopi/alkohol,kurangi stres

Keracunan Akut Bahan Kimia

|0 comments
Keracunan Akut Bahan Kimia

Patognomonis
Riwayat teriritasi bahan yang berbahaya bagi tubuh ( baygon, jenkol, dll )

Definisi
Intoksikasi bahan kimia adalah suatu kondisi keracunan akibat masuknya bahan kimia tertentu ke dalam tubuh yang menyebabkan timbulnya kelainan pada tubuh akibat bunuh dini ( tentamen suicide ) atau pembunuhan ( homicide ), maupun kecelakaan tidak sengaja ( accidental ).

Etiologi
- Insectisida fospat organik ( IFO )  contoh: gol. carbamate(baygon),malation, diazinon, basudin, baygon.
- Sedativa- hipnotika dan analgetika,  Gol. Barbiturat, Nonbarbiturat,Antiepilepsi,Antihistamin
- Makanan  keracunan jengkol (Nama latin adalah Phitecolobium lobatum) keracunan singkong (Akar maupun daun singkong mengandung asam hydrocyanate (HCN).
- Bahan korosif,  Asam kuat: hcl, Basa Kuat: KOH, NaOH, NH4OH, CaOH
- Extacy dan Opiat
Patofisiologi
IFO menghambat enzim asetikolinesterase tubuh ( KhE) terjadi penumpukan arakhnoid( AKH ) menimbulkan efek muscarinik, nikotinik dan SSP ( menimbulkan stimulasi kemudian depresi SSP )*

*1. Muskarini,terutama pada saluran pencernaan,kelenjar ludah dan keringat,pupil,bronkus
dan jantung.
2. Nikotinik,terutama pada otot-otot skeletal,bola mata,lidah,kelopak mata dan otot pernafasan.
3. SSP, menimbulkan nyeri kepala,perubahan emosi,kejang-kejang(Konvulsi ) sampai koma.

Sedativa-hipnotika menurun dari korteks ke arah medulla ngantuk, bingung, perasaan menurunnya keseimbangan,hipotensi, depresi pernapasan.

Singkong mengandung as.sianida kelebihan sianida menyebabkan terbentuknya sianmethemoglobin dan keracunan protoplasmic ketidakmampuan jaringan mengambil oksigen gejala hipoksia(di SSP dll).

Jengkol berisi asam jengkolat asam jengkolat↑ bertumpuknya asam dalam bentuk kristal pada ginjal dan saluran kencing sakit pinggang, nyeri BAK.

As.kuat(HCl) bersifat korosif merusak jaringan terjadi kerusakan di tempat yg teritasi
Bs.kuat(NaOH) bersifat higroskofis dan menyerap CO2 merusak jaringan dan menyebabkan alkalosis.

Opioid merngasang SSP depresi pernapasan, euphoria, sedasi, mengurangi motilitas gastrointestinal.

Manisfestasi Klinis.
1. Insectisida fospat organik ( IFO )
Yang paling menonjol adalah kelainan visus, hiperaktivitas kelenjar ludah /keringat, saluran makan dan kesukaran bernafas.
a. Ringan:
- anoreksi,
- nyeri kepala,
- lemah,
- rasa takut,
- tremor lidah & kelopak mata,
- miosis pupil.
b. Sedang:
- nausea,
- muntah,
- kejang/kram perut,
- hipersalivasi,
- hiperhidrosis,
- fasikulasi otot,
- bradikardi.
c. Berat:
- diare,
- pupil pin-point,
- reaksi cahaya (-),
- sesak, sianosis,
- edema paru,
- inkontinensia urin & alvi,
- konvulsi,
- koma,
- blok jantung, akhirnya meninggal.
2. sedativa- hipnotika dan analgetika
- Keluhan pertama adalah rasa ngantuk, bingung, perasaan menurunnya keseimbangan.
- Kemudian cepat diikuti dengan koma & pernafasan pelan dan dangkal.
- Selanjutnya otot melemah, hipotensi, sianosis, hipotermi, refleks-refleks hilang.
- Lama koma bervariasi antara 1-7 hari.
3. makanan
a. Keracunan jengkol
- Sakit perut disertai muntah, sakit pinggang, nyeri BAK.
- Sesudah air kemih keluar, benda putih dan tetesan darah menyusul.
- Mulut, nafas dan urin berbau jengkol.
- Kesadaran umumnya tidak menurun.
b. Keracunan singkong
- Timbul beberapa menit-jam setelah makan singkong.
- Timbul mual dan muntah, kadang diare. Penderita sesak dan sianosis, apatis, lambat laun koma, syok.
4. bahan korosif
- Segera setelah kontak, timbul rasa nyeri yang hebat seperti terbakar sekitar mulut, faring, dan abdomen.
- Kemudian muntah, diare, dan kolaps.
- Muntahan sering disertai darah segar.
- Dapat timbul gejala asfiksia akibat edema glottis.
- Adanya demam yang tinggi dapat disebabkan timbulnya mediastinitis/peritonitis, perforasi esofagus/ lambung.
5. Penyalahgunaan ectasy dan putau (opiat)
Gejala : (ringan-berat)
- Nyeri kepala, palpitasi, sesak, nyeri dada
- Parestesi, banyak omong, euphoria, empati
- Terlalu percaya diri, insomnia
- Kadang perubahan persepsi visual ringan
Keracunan Ringan :
- Mudah tersinggung, mulut kering, palpitasi
- Hipertensi ringan, gelisah, susah beristirahat
- Tremor, midriasis dan flushing
Keracunan sedang :
- Rasa takut, agitasi, mual, muntah, nyeri perut
- Kejang otot, hiperrefleksi, diaforesis, takikardi
- Hipertensi, hipertermi, panik dan halusinasi
Keracunan berat :
- Delirium, kejang-kejang, gejala fokal SSP (perdarahan intrakranial), koma, aritmia
- Otot kaku, hipertensi, gangguan hemostasis, gagal nafas, gagal ginjal akut, meninggal
DD

Penegakan diagnosis
1. Anamnesa
- Gejala khas (manifestasi klinis)
- Zat kimia yang menyebabkan gejala
2. Pemeriksaan fisik
Temuan fisik yang mengarah ke keracunan antara lain adalah:
- status kesadaran terganggu
- pupil konstriksi
- dilatasi pupil
- sianosis
- bau jaringan yang abnormal
- keringat meningkat
- urin berubah warna
- kulit berwarna lain

3. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin biasanya tidak banyak membantu, untuk2 kasus khusus pemeriksaan tambahan adalah:
1. Insectisida fospat organik ( IFO ) Pengukuran khe sel darah merah dan plasma
2. Penyalahgunaan ectasy dan putau (opiat)
Analisis laboratorium :
- Bahan: darah, urine, cairan lambung
- Amfetamin dalam urin bertahan 2 hari
- Kasus keracunan berat: periksa fungsi ginjal, gas darah, elektrolit, sakar darah, urinalisis, EKG
3. Makanan Pemeriksaan laboratorium memerlukan urin segar sebab kristal cepat hilang dalam urin yang jadi alkalis.
4. Bahan korosif Pemeriksaan Hb perlu bila timbul hematemesis melena/syok

4. Pemeriksaan penunjang dapat juga membantu untuk menegakkan diagnosis, diantaranya laboratorium rutin, EKG, Foto thorax, dan analisis toksikologi


Tata Laksana

Penatalaksanaan umum

Upaya penatalaksanaan kasus keracunan ditujukan kepada hal seperti berikut:
1. Penatalaksanaan kegawatan.
Lakukan tindakan resusitasi :
 A (Airways) bebaskan jalan nafas dari sumbatan bahan muntahan, lendir, gigi palsu dll. Bila perlu dengan perubahan posisi dan oropharyngeal airway dan alat penghisap lendir.
 B (Breathing) jaga agar pernafasan sebaik mungkin dan bila memang diperlukan dapat digunakan alat respirator.
 C (Circulation) dengan tekanan darah dan volume cairan harus dipertahankan secukupnya dengan pemberian cairan dalam keadaan tertentu dapat diberikan cairan koloid. Bila terjadi henti jantung segera lakukan RJP (Resusitasi Jantung Paru)
 D (Drug) Obat-obat yang dapat diberikan untuk menanggulangi keracunan dapat diberikan, beberapa diantaranya adalah Dekstrose pada kasus keracunan dengan hipoglikemia, Nalokson untuk keracunan opioid dan Flumazenil untuk kasus keracunan Benzodiazepin.

2. Penilaian klinis
- penatalaksanaan keracunan harus segera dilakukan tanpa menunggu hasil penapisan toksikologi
- standar pemeriksaan kasus keracunan à memudahkan penanganan yang tepat.
- Beberapa keadaan klinis yang perlu mendapat perhatian karena dapat mengancam nyawa adalah: koma, kejang, henti jantung, henti nafas dan syok.

3. Dekontaminasi racun
a. Dekontaminasi dari kulit
- Cuci daerah yang terkena zat racun dengan air hangat atau normal saline.
- Cuci dengan hati-hati daerah di bawah telinga, kuku dan lipatan kulit.
b. Dekontaminasi pada mata
Siram mata dengan sejumlah air atau normal salin (jika tersedia, teteskan anestesi lokal pada mata sebelum melakukan irigasi). Lepaskan lensa kontak jika ada.
c. Dekontaminasi Gastrointestinal
- Emesis Dapat meningkatkan aspirasi paru dan perlambatan atau pencegahan terhadap penggunaan arang aktif.
- Kumbah lambung (Gastric Lavage)
Efektif untuk zat racun berbentuk cair atau fragmen pil kecil untuk tablet utuh atau potongan jamur. Tindakan ini dilakukan 60 menit setelah zat racun tertelan.
- Arang aktif (Activated Charcoal)
Arang aktif efektif digunakan untuk menyerap hampir semua jenis racun dan obat. Zat-zat yang sulit diabsorpsi antara lain besi, litium, kalium, natrium, asam mineral dan alkohol.
- Katarsis
Digunakan untuk menstimulasi peristaltik agar mempercepat eliminasi obat-obatan dan racun yang tak diserap oleh activated charcoal
- Irigasi usus besar (Bowel Irrigation)
Menggunakan larutan elektrolit polietilen glikol untuk membersihkan secara mekanis saluran cerna.
d. Hemodialisis
Indikasi untuk dialisis :
- Diketahui atau dicurigai potensial keracunan sejumlah zat/ obat yang mematikan tetapi obat tersebut dapat didialisis.
- koma dalam, apnea, hipotensi berat, cairan dan elektrolit atau gangguan asam basa, atau perubahan suhu tubuh ekstrim yang tidak dapat dikoreksi.
- gangguan ginjal berat, jantung, paru dan hati yang tak bisa dieliminasi dengan mekanisme biasa.

4. Pemberian antidotum
Agen Toksik Antidotum Spesifik
Asetaminofen N-Asetisistein
Antikolinergik(mis.Atropin) Fisostigmin
Antikolinesterase Atropin dan Pralidoksim (2-PAM)
Benzodiazepin Flumazenil
Karbonmonoksida Oksigen, Hiperbarik Oksigen
Sianida Sodium nitrit, sodium thiosulfat,
Digitalis glikosida hidroksikobalamin
Logam berat (mis. Timbal, merkuri, besi) dan arsenik
Isoniazid Digoksin spesifik Fab antibodi
Spesific chelating agent
Piridoksin (Vitamin B6)
Metanol, etilen glikol Etanol (etil alkohol) atau fomepizole (4-metilpyrazole)
Opioid Nalokson. Nalmafene
Racun ular Antivenin spesifik

5. Terapi suportif
6. Observasi dan konsultasi
7. Rehabilitasi.
Penatalaksanaan khusus
1. Insectisida fospat organik ( IFO )
Pengobatan:
a. Resusitasi
b. Eliminasi
c. Antidotum:
- Atrofin Sulfat (SA), menghambat efek akumulasi AKh pada tempat penumpukan.Dosis; mula-mula bolus iv 1-2,5 mg, dilanjutkan 0,5-1 mg setiap 5-10-15 menit, sampai timbul gejala atropinisasi..SA dihentika minimal setelah 2 x 24 jam
- reaktivator KhE-bekerja memotong ikatan IFO-KhE, hingga timbul reaksi enzim KhE. Hanya bermanfaat pada keracunan IFO. Dosis; 1 gram iv pelan (10-20 menit dalam infus), dapat diulang setelah 30 mnt sebanyak 2 x 24 jam.

2. Sedativa- hipnotika dan analgetika
Pengobatan:
a. Resusitasi
b. Eliminasi
- Penderita sadar; emesis, norit, laksans MgSO4.
- Koma ringan-sedang; kumbah lambung, kemudian diuresis paksa selama 12 jam, bila ada keraguan penyebab keracunan.
- Koma berat; kumbah lambung dengan pipa endotrakeal berbalon untuk mencegah aspirasi ke paru. Selanjutnya diuresis paksa netral/ alkali, atau dialisis sampai penderita sadar.
c. Antidotum Tidak ada antidotum spesifik.

3. Makanan
a. Keracunan jengkol
Pengobatan
- Jika ringan, dinasehati minum banyak, beri natrium bikarbonat/soda.
- Keracunan berat; penderita perlu dirawat.
- Dikerjakan sistoskopi & kateterisasi ureter, kateter setinggi mungkin untuk mengeluarkan kristal yang menyumbat, dilanjutkan dengan ureter dengan lar. Natrium bikarbonat untuk melarutkan kristal.

b. Keracunan singkong
Pengobatan:
- Diusahakan penderita muntah & dilakukan KL.
- Berikan suntikan Natrium thiosulfat 10 cc larutan 10 % iv.


4. Bahan korosif
Pengobatan:
- KL, emesis dan katarsis merupakan kontra indikasi.
- Segera suruh minum air/ air susu sebanyak mungkin.
- Infus D5%, kalau perlu koloid / transfusi.
- Kortikosteroid iv selama 4-7 hari, kemudian dosis diturunkan 10-20 hari.
- Antibiotika
- Diet/ obat oral ditunda sampai dilakukan pemeriksaan laringoskopi indirek /esofagoskopi.
- Bila lesi ringan; diet oral segera dengan makanan cair, steroid-antibiotika dipercepat penghentiannya. Bila lesi luas; perlu sonde lambung atau penderita dipuasakan dan diberi nutrisi parenteral total atau konsul bedah untuk pemasangan sonde lewat gastrostomi.

5. Extacy dan Opiat
Pengobatan simtomatis : (ectasy)
- Ansietas : diazepam 0,05-0,1 mg/kgBB IV atau oral. Dapat diulang 5-10 menit
- Agitasi/psikosis : haldol 5-19 mg iv. Dapat diulang 10-60 menit
- Hipertensi berat : beta blocker/vasodilator
- Takikardi supraventrikular dengan iskemia jantung : beta blocker
- Iskemia miokard : morfin, nitrat
- Hipertermia : ruangan dingin
- Koagulopati : heparin

Komplikasi
- Gangguan pada SSP (IFO, sedative, opioid)  depresi pernapasan, hipotensi kematian
- Gagal ginjal akut (pada keracunan jengkol)
- Perforasi lambung (zat korosiva)

Prognosis
Dubia ed bonam

Kejang Demam

|0 comments
KEJANG DEMAM
Hafizzanovian
Golden Diagnostic
Kejang pada anak atau bayi yang demam

Definisi
Kejang demam adalah bangkitan yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal > 38 C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam adalah kejadian pada bayi atau anak yang biasanya terjadi antara 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Anak yang pernah kejang tanpa demam dan bayi berumur kurang dari 4 minggu tidak termasuk. Terjadinya bangkitan kejang bergantung pada umur, tinggi serta cepatnya suhu meningkat, dan faktor hereditas (gen dominan dengan penetrasi yang tidak sempurna).

Epidemiologi
Amerika serikat, Amerika selatan, Eropa barat : 2-4%
Asia : 20%
Kejang demam banyak terjadi pada tahun kedua kehidupan (17-23 bulan) dan sedikit lebih sering pada laki-laki.

Faktor risiko
-Demam -Problem pada masa neonatus
-Riwayat kejang demam pada keluarga -Anak dalam perawatan khusus
-Perkembangan terlambat -Kadar natrium rendah
-Riwayat kejang demam dahulu(satu kali rekurensi)
-Batas ambang kejang demam rendah

Etiologi
Kejang demam : Belum diketahui secara pasti
Demam : infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis, infeksi saluran kemih

Ilmu Dasar
Untuk memertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantara fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskular. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.
Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal, membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl). Akibatnya konsentrasi K dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na rendah, sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena terdapat perbedaan jenis konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATPase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah dengan adanya :
1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
2. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi, atau aliran listrik dari sekitarnya
3. Perubahan patofisiologi dan membran sendiri karena penyakit atau keturunan.

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1 oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron.
Kejang demam dibagi atas 2 golongan :
1. Kejang demam sederhana
2. Epilepsi yang diprovokasi oleh demam

Manifestasi Klinis
-Kejang pada bayi dan anak bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkitis, dll.
-Serangan kejang biasanya 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal, atau akinetik.
-Umumnya kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8% berlangsung lebih dari 15 menit. Seringkali berhenti sendiri
-Setelah kejang berhenti, anak tidak memberikan reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun tanpa defisit neurologis.
-Kejang dapat diikuti hemiparesis sementara (hemiparesis Todd)

Patofisiologi
Demam  BMR dan kebutuhan O2 meningkat  Perubahan keseimbangan dari membran sel neuron  difusi ion K dan ion Na melalui membran sel neuron  lepas muatan listrik  meluas keseluruh sel maupun ke membran sel tetangga dengan neurotransmitter  kejang

Kejang demam >15 menit  disertai apnea karena airway terhambat  kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skeletal meningkat  hipoksemia  metabolik anaerob  asidosis laktat  nafas cepat, denyut jantung tidak teratur, metabolisme otot meningkat

Kejang demam >15 menit  gangguan peredaran darah  hipoksia  peningkatan permeabilitas kapiler  edema otak  rusak sel neuron  rusak di lobus temporalis  dapat menjadi epilepsi spontan

Penegakan Diagnosis
Pedoman untuk membuat diagnosis kejang demam sederhana :
1. Umur anak ketika kejang antara 3 bulan dan 5 tahun
2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit
3. Kejang bersifat umum
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
6. Frekuensi bangkitan kejang didalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali
Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ketujuh kriteria di atas, digolongkan pada epilepsi yang diprovokasi oleh demam.
Pemeriksaan penunjang
-Pemeriksaan cairan serebrospinal
Diagnosis Banding
-Epilepsi -Meningitis -Ensefalitis

Penatalaksanaan

Airway, Breathing, Circulation
Pasien dimiringkan ke kanan untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan
Lidah dijaga agar tidak menghalangi jalan nafas atau tergigit
Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernafasan, dan fungsi jantung

-Diazepam intravena 0,3-0,5 mg/KgBB/kali dengan kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis maksimal 20m. Bila kejang berhenti, sebelum suntikan diazepam habis, hentikan penyuntikan, tunggu sebentar, dan bila tidak timbul kejang lagi, jarum dicabut.

-Diazepam intrarektal 5 mg (BB <10Kg). Bila kejang tidak berhenti, dapat diulang selang 5 menit kemudian. Bila tidak berhenti juga, berikan fenitoin 10-20 mg/KgBB secara intravena perlahan-lahan 1 mg/KgBB/menit. Setelah pemberian fenitoin, harus dilakukan pembilasan dengan NaCl fisiologis. -Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital diberikan langsung setelah kejang berhenti. Untuk bayi 1 bulan- 1tahun, dosis 50 mg, dan di atas 1 tahun 75 mg intramuskular. -Obat antipiretik Prognosis Bonam Komplikasi Gangguan neurogis karena edema otak  epilepsi spontan

Terkena Cuka Para

|0 comments

Terkena cuka para / Asam Formiat (HCOOH)
Definisi:
Gambaran luka akibat terkena cuka para, sangat beragam. Namun umumnya menyerupai gambaran luka bakar akut. Biasanya terjadi akibat kelengahan atau ketidaksengajaan pasien. Bila tertelan, dapat merusak jalan napas dan juga esophagus sehingga keluhan pasien adalah kesulitan bernapas
Etiologi:
Asam formiat adalah suatu cairan yang tidak berwarna, berbau tajam/menyengat, menyebabkan iritasi pada hidung, tenggorokan dan dapat membakar kulit. Asam formiat dapat larut sempurna dengan air dan sedikit larut dalam benzena, karbon tetra klorida, toluena, serta tidak larut dalam hidrokarbon alifatik seperti heptana dan oktana. Asam formiat dapat melarutkan poly vynil clorida (PVC).
Asam formiat atau kadang disebut asam semut/asam metanoat mempunyai rumus kimia HCOOH. Asam formiat merupakan asam terkuat dari seri homolog gugus karboksilat. Asam formiat mengalami beberapa reaksi kimia, yaitu dekomposisi, reaksi adisi, siklisasi, asilasi.
Patofisiologi:



 





















Manifestasi klinis:
Asam formiat ini sulit di ekskresikan keluar dari tubuh, akibatnya terjadilah asidosis parah (penurunan pH dibawah 7.37). Adanya penurunan asam atau basa yang hebat dalam darah, menyebabkan sistem pengatur tubuh (sistem dapar darah, respirasi, fungsi ginjal) tidak lagi mampu mengatur pH darah supaya tetap pada nilai pH normal yaitu 7,4. Penurunan pH dibawah 7,20 akan mengakibatkan turunnya volume menit jantung, gangguan ritmus jantung, hipotensi (sampai terjadi syok), gangguan kesadaran dan akhirnya koma. Gejala keracunan pertama akan terlihat setelah periode laten beberapa jam. tanda-tandanya adalah: keluhan sakit kepala, pusing, mual, muntah, gangguan penglihatan menyusul kemudian tidak sadar, dan jika tidak cepat ditangani akan berujung pada kematian. Kalaupun pasien dapat diselamatkan nyawanya, boleh jadi akan mengalami kebutaan, karena telah terjadi kerusakan pada saraf penglihatan (atrofi opticus).
Organ pencernaan yang mengalami kerusakan:
a.      Bibir bisa terbakar dan tetesan racun bisa mengenai dagu, leher dan dada. Tumpahan racun pada tubuh korban dapat merusak struktur kulit. Pola mulut yang terbakar bisa digunakan untuk melihat racun apa yang diminum. Korban yang meminum racun dengan posisi duduk atau berdiri, racun akan mengalir kedada dan abdomen; bila berbaring, racun akan mengalirti wajah dan pipi lalu keleher belakang. Tumpahan racun bisa masuk kesaluran hidung.
  1. Bagian inferior mulut bisa terkikis, lidah tertelan atau menciut tergantung bahan racunnya. Faring, laring dan esofagus terkikis dan dalam beberapa menit glotis akan edema. Mukosa saluran nafas bisa rusak dan terjadi adspirasi cairan keparu sehingga terjadi edema paru dan hemoragik.
  2. Bagian bawah esofagus dan perut mengalami perubahan warna, deskuamasi dan perforasi. Setelah beberapa menit racun bisa mengalir lebih dalam dan dapat merusak usus halus tapi ini jarang terjadi karena faktor waktu dan adanya spasme pilorus.
  3. Esofagitis Korosif
Asam kuat yang tertelan akan menyebabkan nekrosis menggumpal secara histologik dinding esofagus sampai lapisan otot seolah-olah menggumpal. Zat organik (lisol, karbol) menyebabkan edema di mukosa atau sub mukosa. Mukosa terbentuk dari epitel berlapis gepeng bertingkat yang berlanjut ke faring bagian atas, dalam keadaan normal bersifat alkali dan tidak tahan terhadap isi lambung yang sangat asam. Asam kuat menyebabkan kerusakan pada lambung lebih berat dibandingkan dengan kerusakan di esofagus. Sedangkan basa kuat menimbulkan kerusakan di esofagus lebih berat dari pada lambung. Gejala yang sering timbul adalah disfagia / kesulitan menelan, odinofagia dan adanya rasa sakit retrosternal.
Organ pernapasan yg mengalami kerusakan:
a.       Tumpahan racun bisa masuk kesaluran hidung. Kulit di sekitar hidung terbakar.
b.      Faring, laring dan esofagus terkikis dan dalam beberapa menit glotis akan edema. Mukosa saluran nafas bisa rusak dan terjadi aspirasi cairan ke paru sehingga terjadi edema paru dan hemoragik.
c.       Tumpahan racun ke paru bisa menimbulkan edema paru dan bronkopneumonia akibatnya terjadi kematian.

manifestasi klinis yang ditimbulkan oleh asam formiat atau cuka para tidak menginvasi ke dalam jaringan, seperti halnya pada intoksikasi oleh basa. Manifestasi yang muncul hanya di daerah permukaan dari lapisan terluar yg terkena oleh cuka para.

Penegakan diagnosis
Anamnesis dengan sangat jelas dapat menunjukan adanya injury pada pasien yg disebabkan oleh bahan kimia korosif.
a.       Pemeriksaan esofagogram : Adanya perforasi atau mediastinitis.
b.      Pemeriksaan endoskopi. Melihat kerusakan mukosa :
·         Derajat I : Fribialitis mukosa, hiperemis, edema. Meskipun ada beberapa lesi erosif, tetapi secara keseluruhan mukosa masih baik. Penderita akan dapat menelan kembali dalam waktu singkat secara normal.
·         Derajat II : Keadaan sudah lebih berat, terjadinya erosi pada mukosa dengan mukosa yang pariable, erosif, banyak terdapat tukak dengan eksudat, sering ada spasme dan perdarahan di mukosa esofagus.
·         Derajat III : Derajat II + perforasi akibat dari nekrosis pada mukosa submukosa s/d otot.
Pemeriksaan tambahan
  1. Lab
·         Pemeriksaan pH dari agen / botol berisi cuka paranya :
o    pH kurang dari 2 atau lebih besar dari 12,5 mengindikasikan potensi kerusakan jaringan lebih besar
·         Pemeriksaan pH saliva
·         Complete blood count (CBC), pemeriksaan kadar elektrolit, kreatinin, dan analisis gas darah (blood gas analysis)
·         Tes fungsi hati dan DIC
·         Urinalisis dan output urin, untuk membantu memperkirakan terapi fluid replacement.

  1. Pencitraan
·         Foto polos dada – caritahu mediastinitis, efusi pleura, pneumoperitoneum, pneumonitis aspirasi
·         Radiografi abdomen
·         Endoskopi
·         Esofagoskopi tidak dilakukan
·         Ultrasonografi Endoskopik

Penatalaksanaan
Pertolongan Pertama (ATLS)
Penderita harus dilakukan resusitasi dalam usaha membuat penderita dalam keadaan penderita sestabil mungkin, seperti dianjurkan dibawah ini:
1.      Airway
a.       Pasang airway atau intubasi bila perlu
b.      Suction dimana perlu
c.       Pasang NGT untuk mencegah aspirasi
2.      Breathing
a.       Tentukan laju pernafasan, berikan oksigen
b.      Ventilasi mekanik bila diperlukan
c.       Pasang chest tube dimana perlu
3.      Circulation
a.       Control perdarahan luar
b.      Pasang 2 jalur infuse, mulai pemberian kristaloid
c.       Perbaiki kehilangan darah dengan kristaloid atau darah dan teruskan pemberian selama transportasi
d.      Pasang kateter uretra untuk monitor keluaran urin
e.       Monitor kecepatan dan irama jantung
4.      Susunan syaraf pusat
a)      Bila penderita tidak sadar, bantuan pernafasan
b)      Berikan manitol atau diuretika dimana diperlukan
c)      Imobilisasi kepala, leher, toraks, dan/atau vertebrae lumbalis
5.      Pemeriksaan diagnostic
a.       Foto ronsen servikal, toraks, pelvis, ekstremitas
b.      Pemeriksaan lanjutan seperti CT scan dan aortogarfi biasanya tidak ada indikasi
c.       Pemeriksaan Hb, Ht, golongan darah dan cross match, analisis gas darah, tes kehamilan semua wanita usia subur
d.      Penentuan denyut jantung dan saturasi Hb (EKG dan pulse oximetry)
6.      Luka
a.       Setelah control perdarahan, bersihkan dan perban luka
b.      Berikan profilaksis tetanus
c.       Antibiotika dimana diperlukan

 

1.      Perawatan di tempat kejadian

·         Langsung caritahu agen yang terminum/ teringesti, volume dan jumlah teringesti
·         Jangan rangsang muntah
·         (KONTROVERSIAL) Jumlah sedikit diluen, secepatnya berikan air atau susu untuk mencegah menempelnya (adhering) partikel terhadap mukosa esofagus. > 30 menit setelah kejadian jangan lagi dilakukan.

 

 

2.      Perawatan intensif di UGD :

·         Diprioritaskan – jalur napas dan tanda vital, monitoring jantung segera dan akses intravena.
·         Kontrol jalur napas
o    Karena resiko yang sangat cepat dari edema jalur napas, evakuasi segera jalur napas dan kondisi kesadaran. Persiapkan segera alat intubasi endotrakeal dan krikotirotomi. Intubasi orotrakeal atau intubasi dengan bantuan optik fiber lebih baik daripada nasotrakeal untuk mencegah perforasi jaringan lunak
o    Sebisanya, hindari induksi paralisis saat intubasi karena resiko dari distorsi anatomi akibat perdarahan dan nekrosis.
o    Krikotirotomi atau percutaneous needle cricothyrotomy penting dilakukan bila didapat tanda friabilitas ekstrem jaringan atau edema yang signifikan.
·         Pengosongan lambung dan dekontaminasi :
o   Jangan diberi obat perangsang muntah, cegah re-eksposur dengan agen kaustil
o   Gastric lavage
o   NGT suction – spasme dari spingter pilorik mencegah terpaparnya agen terhadap mukosa gaster sampai 90 menit – mencegah terpaparnya intestinal
·         Pemberian cairan intravena.

 

3.      Medikamentosa

·         Terapi suportif
·         Penggunaan kortikosteroid
·         Antibiotik – sefalosporin (ceftriaxone) 1-2 gram IV per 24 jam, tidak melebihi 4 g/hari
·         Antibiotik – penisilin dan Beta-lactamase Inhibitor – jika terjadi perforasi
·         Ampisilin dan sulbactam
·         PPI – proton pump inhibitor – mencegah terpajannya esofagus yang terluka terhadap asam lambung, yang dapat menyebabkan striktura esofagus
·         Pantoprazole – terapi untuk GER dan esofagitis erosif.
·         Analgesik parenteral, monitor tanda sedasi dan depresi dari respirasi.

  1. Follow up
·         Pasien yang tidak sengaja tertelan agen penyebab yang asimtomatik dan tidak menunjukkan gejala apapun, boleh dipulangkan 2-4 jam setelah observasi, tak ada kelainan anatomi, pasien harus bisa meminum cairan tanpa kesulitan, tak ada gangguan berbicara
·         NPO (nothing per mouth)
·         Esofagram setelah 3-4 minggu

  1. Terapi nutrisi (intake makanan)
·         Prinsip : NPO (nothing per mouth) – jangan berikan apapun peroral
·         FEEDING tube
o   Alat kedokteran yang digunakan untuk pemberian makanan, dikarenakan pasien tidak dapat mengkonsumsi makanan dengan mengunyah
o   Dinamakan enteral feeding / tube feeding
·         Tipe enteral feeding :
o   Nasogastrik – dengan selang nasogastrik (nares – esofagus – lambung)
o   Gastric feeding tube – insersi melalui insisi di abdomen ke lambung (digunakan untuk pemasukan nutrisi enteral jangka panjang. Tipe paling umum adalah percutaneous endoscopic gastrostomy (PEG) tube
·         Efektivitas
      à Dapat digunakan untuk bolus ataupun pemberian makan terus menerus

 

  1. Yang perlu diperhatikan (yang salah) :
·         Gagal mengevaluasi dan pertolongan jalur napas yang agresif
·         Upaya menetralkan zat yang tertelan dengan asam atau basa lemah
·         Menginduksi muntah – karena dapat membuat esofagus terpajan ulang dengan bahan
·         Asumsi bahwa tidak adanya luka bakar pada orofaring akan menyingkirkan kerusakan jaringan distal
·         Gagal dalam memperoleh data zat/bahan yang tertelan
·         Tidak segera merujuk ke dokter spesialis gastrointestinal / bedah digestif

Prognosis
·         Dubia, bergantung pada beratnya luka bakar yang ditemukan akibat bahan korosif.
Komplikasi
·         Syok
·         Koma
·         Edema laring
·         Pneumonia aspirasi
·         Perforasi esophagus
·         Mediastinis
·         Kematian