Bukti Pembayaran ID.IPANELONLINE

|0 comments

Ternyata, Kehamilan Pada Usia Remaja Kian Meningkat

|0 comments
Jumlah kehamilan di usia remaja belakangan ini makin meningkat. Seperti yang dilaporkan oleh Institut Guttmatcher, sebuah organisasi yang marak meneliti tentang kesehatan seksual dan reproduksi, bahwa jumlah kehamilan remaja meningkat 3% pada tahun 2006 (hingga sekarang).

Sebelumnya kira-kira beranjak 10 tahun ke belakang, jumlah kehamilan remaja menurun tajam akibat diberlakukannya kontrasepsi. Namun, karena berbagai sebab yang masih diteliti, jumlah kehamilan remaja kian meiningkat dan terus melonjak pesat. 



Salah satu faktor yang diperkirakan menjadi perantara terjadinya peningkatan jumlah kehamilan remaja adalah kurangnya edukasi tentang seks (khususnya bahaya seks bebas) oleh para tenaga medis dan pihak kesehatan lain. Selain itu, menjamurnya film-film berbau porno meningkatkan motivasi kaum remaja untuk turut berfantasi secara tidak wajar dalam dunia seks. Lebih jeleknya, yakni ketika sepasang muda mudi melakukan suatu hubungan suami istri (di luar nikah tentunya), dengan tidak menghiraukan dampak kehamilan pada si pemudi, dapat meningkatkan jumlah kehamilan pada remaja, serta dapat pula meningkatkan angka depresi bahkan kematian pada remaja.

Ayo... Ikutan Program Afiliasi dan Survei, Id.Ipanelonline....

|0 comments
Keuntungan:
  1. Survei mudah, logis, dan terarah
  2. Penukaran: 200 poin bernilai Rp.20.000, dengan kata lain 1 poin bernilai Rp.100
  3. Menurut saya, satu hari rata-rata ada > 150 poin bisa didapatkan.. 
  4. Payout bisa melalui Paypal
  5. Ada bonus Rp.20.000 apabila seseorang mendaftar dari link afiliasi anda.
  6. Dll masih banyak lagi.. :)

Donasi:
  1. Daftar di Id.Ipanelonline sekarang, di sini (melalui referal saya) untuk membantu perkembangan blog ini.
  2. Diperlukan keikhlasan.
  3. Apabila tidak ikhlas, diharamkan mendaftar melalui referal saya,
  4. Terima kasih... :)

    Perencanaan Program Pelayanan Kesehatan Pada Berbagai Penyakit

    |0 comments
    Perencanaan Program Pelayanan Kesehatan Pada Acute Cholecystisis
    Perencanaan Program Pelayanan Kesehatan Pada Amoebic Liver Abcess
    Perencanaan Program Pelayanan Kesehatan Pada Apendisitis Akut
    Perencanaan Program Pelayanan Kesehatan Pada Appendicular Abcess
    Perencanaan Program Pelayanan Kesehatan Pada Colitis
    Perencanaan Program Pelayanan Kesehatan Pada Dehydration
    Perencanaan Program Pelayanan Kesehatan Pada Divertikulitis
    Perencanaan Program Pelayanan Kesehatan Pada Duodenal Ulcer
    Perencanaan Program Pelayanan Kesehatan Pada Enteritis
    Perencanaan Program Pelayanan Kesehatan Pada Fatty Liver
    Perencanaan Program Pelayanan Kesehatan Pada Food Alergy
    Perencanaan Program Pelayanan Kesehatan Pada Food Intolerance
    Perencanaan Program Pelayanan Kesehatan Pada Gastritis
    Perencanaan Program Pelayanan Kesehatan Pada Gastroentritis
    Perencanaan Program Pelayanan Kesehatan Pada Gastroentritis Dengan Dehidrasi
    Perencanaan Program Pelayanan Kesehatan Pada Gastroesophageal Reflux
    Perencanaan Program Pelayanan Kesehatan Pada Glomerulonefritis Akut
    Perencanaan Program Pelayanan Kesehatan Pada Glomerulonefritis Kronis
    Perencanaan Program Pelayanan Kesehatan Pada Hemorrhoid
    Perencanaan Program Pelayanan Kesehatan Pada Hepatitis A
    Perencanaan Program Pelayanan Kesehatan Pada Ileus
    Perencanaan Program Pelayanan Kesehatan Pada Irritable Bowel Syndrome
    Perencanaan Program Pelayanan Kesehatan Pada Malabsorption
    Perencanaan Program Pelayanan Kesehatan Pada Necrotizing Enterocolitis
    Perencanaan Program Pelayanan Kesehatan Pada Peritonitis TB
    Perencanaan Program Pelayanan Kesehatan Pada Procitis
    Perencanaan Program Pelayanan Kesehatan Pada Prolapsus Ani
    Perencanaan Program Pelayanan Kesehatan Pada Renal Colic
    Perencanaan Program Pelayanan Kesehatan Pada Salpingitis
    Perencanaan Program Pelayanan Kesehatan Pada Uncomplicated Hepatitis B
    Perencanaan Program Pelayanan Kesehatan Pada Uncomplicated Pyelonephritis
    Perencanaan Program Pelayanan Kesehatan Pada Urinary Stone Disease
    Perencanaan Program Pelayanan Kesehatan Pada Urinary Tract Infection
    Perencanaan Program Pelayanan Kesehatan Pada Worms

    Perencanaan Program Pelayanan Kesehatan Pada Urinary Tract Infection

    |0 comments

    PENDAHULUAN

    1.Definisi dan Epidemiologi
    Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi bakteri pada saluran kemih  luar sampai ke ginjal. Infeksi yang biasa ditemui adalah infeksi kandung kemih, sementara infeksi lain yang sering terjadi adalah infeksi ginjal dan urethra. Infeksi ini bisa asimptomatik (tak bergejala), tetapi tetap ditemukan bakterinya di saluran kemih.

    ISK merupakan penyakit yang perlu mendapat perhatian serius. Di Amerika dilaporkan bahwa 8,3 juta pasien datang ke dokter setiap tahunnya dengan diagnosis ISK. Insiden ISK adalah 3,6% di Indonesia, selain itu ISK menempati urutan kedua dalam penyakit infeksi dan masuk dalam sepuluh besar penyakit terbanyak pada tahun 2004.
    ISK terjadi karena invasi mikroorganisme pada saluran kemih. Untuk menegakkan diagnosis ISK harus ditemukan adanya bakteri dalam urin melalui biakan dengan jumlah yang signifikan. Tingkat signifikansi bakteri dalam urin lebih besar dari 100.000/ml urin. Agen penginfeksi yang paling sering adalah Eschericia  coli, Proteus sp, Klebsiella sp, Serratia, Pseudomonas sp. Penyebab utama ISK (sekitar 85%) adalah bakteri Eschericia coli.

    2.Faktor-faktor Penyebab
    Pada keadaan normal, tanpa infeksi, urin harusnya steril terbebas dari bakteri, virus, dan jamur. Infeksi biasanya berasal dari saluran pencernaan dan mulai bermultiplikasi. Pada kebanyakan kasus, bakteri mengenai uretra terlebih dahulu. Apabila ISK hanya terjadi di uretra maka dinamakan urethtritis. Jika tidak diobati, maka bakteri akan menginvasi organ yang lebih dalam ke kandung kemih, disebut cistitis, kemudian menuju ureter atau uretritis, dan bahkan menginvasi ginjal.
    Mikroorganisme seperti Chlamydia dan Mycoplasma dapat menyebabkan ISK pada wanita dan pria, tetapi infeksinya hanya terbatas pada urethra dan organ reproduksi saja. Tidak seperti E. coli yang ditularkan melalui saluran cerna, Chlamydia dan Mycoplasma dapat ditularkan secara seksual, sehingga diperlukan terapi pada pasangan seksual.

    Faktor Biologi
    Faktor Lingkungan
    Faktor Perilaku
    Faktor Pelayanan Kesehatan
    1. Wanita berisiko lebih besar terkena ISK
    2. Gangguan
     anatomis dan gangguan saluran kemih lainnya
    3. Penggunaan alat bantu pada saluran kemih
    4. Penyakit sistemik atau obat-obatan yang menurunkan sistem imun

    1. Lingkungan
     dengan sanitasi yang kurang baik (tidak tersedianya air bersih untuk cebok, penggunaan toilet duduk yang kurang memadai)
    1. Higiene personal yang rendah
    2. Kurang
    kesadaran untuk berobat
    3. Keterlambatan dalam berobat
    4. Tidak melakukan pemeriksaan rutin kesehatan


    1. Minimnya
     pengetahuan petugas kesehatan
    2. Kurangnya
    sarana prasarana yang memadai
    3. Keterlambatan dalam diagnosis dan terapi
    4. Kekeliruan dalam diagnosis dan terapi
    5. Tidak adanya program yang adekuat dalam proses skrining awal penyakit
    6. Kurangnya informasi yang diberikan pada masyarakat baik mengenai penyakit, sanitasi(lingkungan), dan perilaku masyarakat

    Sebenarnya sistem urinaria itu sendiri memiliki mekanisme untuk mencegah infeksi. Ureter dan kandung kemih mencegah refluks urin kembali ke ginjal, dan aliran urin dari kandung kemih membantu membersihkan bakteri di saluran kemih. Secara anatomis, uretra pada wanita lebih pendek dibanding uretra pada pria sehingga apabila terjadi infeksi, maka penyebaran bakteri akan lebih cepat. Selain itu, muara uretra wanita berada dekat dengan anus dan vagina sehingga ISK yang disebabkan oleh infeksi saluran cerna dan penularan secara seksual lebih mudah terjadi. Pada laki-laki, terdapat sekret kelenjar prostat yang memperlambat pertumbuhan bakteri sehingga ISK lebih sering terjadi pada wanita.
    Beberapa orang memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk mengalami ISK. Gangguan pada saluran kemih merupakan faktor predisposisi, seperti batu ginjal, pembesaran prostat, dan gangguan anatomis saluran kemih lainnya. Penggunaan alat bantu kesehatan seperti kateter, atau tube yang dipasang di uretra dan kandung kemih juga memperbesar risiko terjadinya ISK. Pada pasien dengan gangguan sistemik seperti diabetes, penyakit lupus, dan penggunaan obat-obat yang menurunkan sistem imun juga merupakan faktor risiko ISK.
    Faktor risiko ISK ditinjau dari teori Blum dibedakan menjadi empat faktor yaitu: faktor biologi, lingkungan, pelayanan kesehatan, dan perilaku (tabel 1)

    3.Faktor yang Paling Berperan
    Faktor yang sangat berperan menyebabkan ISK adalah faktor perilaku masyarakat, yang diperparah dengan faktor pelayanan kesehatan sehingga memperberat ISK.

    4.Akar-akar Permasalahan
    Kurangnya higiene personal dan tingkat kesadaran akan pengobatan ISK pada masyarakat dan keterlambatan petugas kesehatan dalam penegakan diagnosis dan pemberian terapi.


    5.Akar Masalah Utama
    Faktor perilaku masyarakat yang menjadi masalah utama dalam kasus ISK adalah higiene personal yang rendah dan kurangnya kesadaran untuk berobat sehingga telah terjadi keterlambatan dalam pengobatan. Hal ini diperparah dengan faktor pelayanan kesehatan akibat minimnya pengetahuan petugas kesehatan dan kurangnya informasi yang diberikan pada masyarakat sehingga terjadi keterlambatan dalam diagnosis, dan terapi yang tidak tepat. Bahkan tidak jarang dijumpai pasien yang datang kembali dengan keadaan penyakit yang semakin parah atau mengalami komplikasi. Oleh karena itu perlu dilakukan kegiatan-kegiatan yang dapat menyelesaikan akar masalah tersebut dengan jalan meningkatkan pengetahuan masyarakat dan juga petugas kesehatan mengenai ISK.

    6.Rencana Program Kegiatan
    Pilihan program kegiatan dibagi menjadi dua kelompok, yakni terhadap masyarakat dan petugas kesehatan. Materi yang diberikan pun harus sesuai dengan tingkat pendidikan target sasaran.
    Pilihan program kesehatan untuk masyarakat terutama ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat sehingga akhirnya dapat merubah perilaku masyarakat, antara lain:
    1. Memberikan materi kuliah atau seminar bagi masyarakat mengenai cara meningkatkan dan menjaga higiene personal
    2. Memberikan materi kuliah atau seminar bagi masyarakat untuk meningkatkan kesadaran berobat
    3. Memberikan materi kuliah atau seminar bagi masyarakat mengenai cara mendiagnosis dan penatalaksanaan ISK
    4. Membuat leaflet-leaflet berisi informasi mengenai ISK
    Pilihan program kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan petugas kesehatan, antara lain:
    1. Memberikan materi kuliah atau seminar bagi petugas kesehatan mengenai cara penegakan diagnosis dan penatalaksanaan ISK
    2. Membuat leaflet-leaflet berisi informasi terbaru tentang ISK
    3. Memberi saran kepada petugas kesehatan setempat untuk mengadakan materi kuliah atau seminar, dan pelatihan bagi petugas kesehatan sebagai salah satu program kerja
    Dari program kerja di atas, alternatif terbaik dalam mengatasi kasus ISK adalah dengan memberikan kuliah atau seminar bagi masyarakat mengenai higiene personal dan kesadaran berobat, sementara itu dilakukan pula kuliah atau seminar bagi petugas kesehatan mengenai cara penegakan diagnosis dan penatalaksanaan ISK.

    Perencanaan Program Pelayanan Kesehatan Pada Urinary Stone Disease

    |0 comments

    PENGERTIAN DAN PREVALENSI

    Batu saluran kemih (Bladder stone diseases) atau urolithiasis merupakan massa keras yang terbentuk dari pengendapan kristal yang ada di urin. Batu ini paling sering terbentuk didalam ginjal atau ureter (saluran kemih yang menghubungkan antara ginjal dengan kandung kemih). Namun dapat juga terbentuk dalam kandung kemih ataupun uretra (saluran yang menghubungkan antara kandung kemih dan alat kelamin).

    Penyakit batu saluran kemih sudah diderita manusia sejak zaman dahulu kala. Hal ini dibuktikan dengan diketahui adanya batu saluran kemih pada mummi Mesir yang berasal dari 4800 tahun sebelum Masehi. Dan Hippocrates yang merupakan bapak ilmu kedokteran menulis  tentang penyakit batu ginjal pada 4 abad sebelum Masehi. Batu saluran kemih merupakan penyakit ketiga terbanyak di bidang urologi setelah penyakit infeksi dan penyakit kelenjar prostat. Di Negara barat 5-10% penduduknya pernah menderita penyakit ini dengan insidensi sekitar 0,4% per tahun dari jumlah penduduk.
    Di Indonesia, penderita BSK masih banyak, tetapi data lengkap kejadian penyakit ini masih belum banyak dilaporkan. Hardjoeno dkk di Makassar (1977–1979) menemukan 297, Rahardjo dkk (1979–1980) 245 penderita BSK, Puji Rahardjo dari RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo menyatakan penyakit BSK yang diderita penduduk Indonesia sekitar 0,5%, bahkan di RS PGI Cikini menemukan sekitar 530 orang penderita BSK pertahun. Sementara Rusfan dkk (Makassar, 1997–1998) melaporkan adanya 50 kasus.
    Pada laki-laki penyakit ini empat kali lebih tinggi daripada wanita. Usia terbanyak penderita batu saluran kemih di Negara-negara barat yaitu pada usia 20-50 tahun. Sedangkan di Indonesia pada usia antara 30-60 tahun. Dan berdasarkan letaknya diketahui paling banyak batu di saluran kemih bagian atas di ginjala dan ureter sebanyak 58,4 % pada tahun 1993, menjadi 73% pada tahun 1998.

    FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB

    Penyebab pasti yang membentuk BSK belum diketahui, oleh karena banyak faktor yang dilibatkannya. Kemungkinan penyakit ini berhubungan dengan social ekonomi, budaya dan pola makan. Terbentuknya batu saluran kemih disebabkan oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah faktor yang berasal dalam individu itu sendiri yang terdiri dari faktor genetik sebanyak 25%  dan non genetik 75%. Faktor intrinsik non genetik misalnya umur, jenis kelamin, ras dan sebagainya. Selain itu dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik adalah faktor yang berasal dari luar individu seperti faktor geografis, musim, iklim, dan gaya hidup seperti pekerjaan, pola makan dan minum, stress psikis, kegemukan, olah raga, pH air kemih, stasis dan kebiasaan menahan buang air kecil.
    Faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya batu saluran kemih ditinjau dari teori Blum dibedakan menjadi empat faktor, yaitu : faktor biologi, faktor lingkungan, faktor pelayanan kesehatan dan faktor prilaku.
    Faktor biologi
    Faktor lingkungan
    Faktor perilaku
    Faktor pelayanan kesehatan
    -    Faktor genetik berperan sebesar 25 % dari faktor risiko terbentuknya batu saluran kemih.
    -    Usia, penderitanya berusia 30-60 tahun
    -    Risiko batu ginjal pada pria:wanita = 4:1
    -    Stress
    -    Lingkungan kumuh
    -    Iklim dan temperature: iklim tropis
    dengan paparan sinar ultraviolet tinggi.
    -   Diet tinggi protein hewani, lemak dan kalsium secara berlebihan
    -   Diet rendah serat dan sitrat.
    -   Asupan air : kurangnya asupan air.
    -   Pekerjaan : pada orang yang pekerjaannya banyak duduk
    -   Kurang aktifitas dan olah raga.
    -   Perilaku yang sering menahan BAK
    -   Obesitas
    -    Keterlambatan diagnosis dan ketidakadekuatan pengobatan.
    -    Kurangnya pengetahuan petugas kesehatan

    FAKTOR YANG PALING BERPERAN

    Faktor yang sangat berperan mempengaruhi terjadinya batu saluran kemih adalah faktor perilaku.

    AKAR-AKAR PERMASALAHAN

    Pola hidup masyarakat yang tidak sehat yang disebabkan kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai batu saluran kemih baik gejala maupun upaya pencegahannya

    AKAR MASALAH UTAMA

    Faktor perilaku menjadi masalah utama dalam kasus batu saluran kemih adalah akibat perilaku dan pola hidup masyarakat yang tidak sehat yang disebabkan kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai batu saluran kemih baik gejala maupun upaya pencegahannya. Angka kekambuhan penyakit ini pun cukup tinggi jika penderita tidak menerapkan perilaku hidup yang sehat. Oleh karena itu perlu dilakukan kegiatan-kegiatan yang dapat menyelesaikan akar masalah tersebut dengan cara melakukan penyuluhan agar masyarakat dapat memahami apa itu batu saluran kemih, gejala, dan upaya pencegahannya sehingga dapat turut berperan aktif dalam upaya menurunkan angka penderita dan dapat meningkatakan pola hidup yang sehat.

    RENCANA PROGRAM KEGIATAN

    Untuk meningkatakan pengetahuan masyarakat menggenai batu saluran kemih dapat dilakukan program-program sebagai berikut:
    1.      Memberi saran kepada dinas kesehatan setempat untuk mengadakan penyuluhan tentang Faktor-faktor resiko penyebab batu saluran kemih dengan pengetahuan dasar gejala-gejala klinis, upaya pencegahanya dan pengobatannya.
    2.      Memberikan edukasi kepada masyarakat melalui penyelenggaraan penyuluhan atau seminar awam  tentang pentingnya minum 2-2,5 liter (± 8-10 gelas) air setiap hari, tidak membiasakan menahan buang air kecil dan, tidak terlalu lama duduk dalam bekerja (>4 jam sehari)
    3.      Menggalakkan ibu-ibu PKK untuk melakukan demo masak makanan sehat dengan menu rendah protein hewani, rendah lemak, tinggi serat dan sitrat.
    4.      Kerjasama dengan stasiun radio dan TV lokal setempat  untuk memuat iklan layanan masyarakat tentang pentingnya berolah raga teratur, mengurangi konsumsi softdrinks, junk food dan menjaga berat badan yang optimal.
    Dari program kerja diatas, alternatif terbaik dalam mengatasi kasus batu saluran kemih adalah dengan memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai pola hidup sehat yaitu dengan minum air putih minimal 8-10 gelas perhari, tidak menahan BAK, makan makanan yang sehat, olahraga , dan menjaga berat badan yang optimal. Pola hidup yang tidak sehat ini terjadi karena minimnya pengetahuan masyarakat dan kurangnya informasi mengenai pola hidup sehat, faktor risiko, gejala, dan upaya pencegahan.

    Perencanaan Program Pelayanan Kesehatan Pada Uncomplicated Pyelonephritis

    |0 comments

    PENDAHULUAN
    1       Pengertian dan Prevalensi
    Pyelonefritis adalah inflamasi pada pelvis ginjal dan parenkim ginjal yang disebabkan karena adanya infeksi oleh mikroorganisme. Infeksi ini paling sering akibat infeksi ascenden dari traktus urinarius bagian bawah. Proses invasi mikroorganisme secara hematogen sangat jarang ditemukan, kemungkinan merupakan akibat lanjut dari bakteriemia. Menurut penelitian di Swedia, insidens pyelonefritis  meningkat pada usia 1-2 tahun, kemudian menurun sesuai dengan pertumbuhan usia. Pada usia dewasa kasus  ini lebih sering timbul pada wanita dewasa muda (usia subur), salah satu kemungkinan adalah karena proses dari kehamilan (obsetri history). 20-30 % wanita hamil dengan bakteriuri asimptomatik selanjutnya akan berkembang menjadi pyelonefritis. Kasus pyelonefritis lebih dari 250.000 kasus terjadi di AS setiap tahun, dan 200.000 diantaranya memerlukan perawatan di rumah sakit (data 1997).  Menurut literatur lain disebutkan bahwa angka kejadian pyelonefritis yaitu 280 kasus per 100.000 perempuan dengan rentang umur 18 sampai 49 tahun. Sebanyak 7 % pasien memerlukan perawatan di rumah sakit.
             Klasifikasi pyelonefritis dipandang dari segi penatalaksanaan:
    1. Pyelonefritis uncomplicated (sederhana)
    Adalah pyelonefritis sederhana yang terjadi pada penderita dengan  pyelum dan  parenkim  ginjal baik   anatomik  maupun   fungsional  normal.  Pyelonefritis  sederhana  ini  terutama   mengenai penderita   wanita  dan infeksi  hanya  mengenai  mukosa superfisial . Penyebab kuman tersering (90%) adalah E.Coli. Tipe ini jarang dilaporkan   menyebabkan  insufisiensi  ginjal  kronik . Dari seluruh pasien ini, 90% diantaranya berespons terhadap terapi antibiotika dan 10% sisanya dapat mengalami infeksi akut berulang atau bakteriuria asimptomatik yang menetap.
    2. Pyelonefritis Complicated
    Adalah pyelonefritis yang sering menimbulkan masalah karena kuman penyebab sulit diberantas, kuman penyebab sering resisten terhadap beberapa macam antibiotika, sering terjadi bakteriemia, sepsis dan shock dan sering meyebabkan insufisiensi ginjal  kronik yang  berakhir  dengan  gagal ginjal terminal.
             Insiden terjadinya kasus uncomplicated pyelonefritis di setiap negara mempunyai data stastistik yang berbeda, hal ini dipengaruhi oleh taraf kesehatan dan pelayanan medis di negara tersebut. Kasus uncomplicated pyelonefritis di Indonesia insiden dan prevalensinya masih cukup tinggi. Keadaan ini tidak terlepas dari tingkat dan taraf kesehatan masyarakat Indonesia yang masih jauh dari standar dan tidak meratanya tingkat kehidupan sosial ekonomi, yang mau tidak mau berdampak langsung pada kasus ini di Indonesia.
    2.      Faktor- Faktor Penyebab
             Escherichia coli (bakteri yang  dalam keadaan normal ditemukan di usus besar) merupakan penyebab  dari  90%  infeksi  ginjal  diluar  rumah  sakit  dan penyebab dari 50% infeksi ginjal di rumah   sakit.  Infeksi   biasanya   berasal  dari  daerah  kelamin  yang  naik  ke  kandung   kemih
    Pada saluran kemih yang sehat,  naiknya  infeksi ini  biasanya  bisa dicegah oleh aliran air kemih yang akan membersihkan organisme dan oleh penutupan ureter  di  tempat masuknya ke kandung kemih. Berbagai penyumbatan fisik pada aliran air kemih (misalnya  batu ginjal atau pembesaran prostat) atau arus balik  air  kemih  dari  kandung  kemih  ke  dalam  ureter,  akan  meningkatkan kemungkinan  terjadinya  infeksi  ginjal.  Infeksi   juga  bisa  dibawa  ke ginjal dari bagian tubuh lainnya melalui aliran darah. Keadaan lainnya yang meningkatkan resiko terjadinya infeksi ginjal adalah:
    -  kehamilan
    - kencing manis
    - keadaan-keadaan yang menyebabkan menurunnya sistem kekebalan tubuh untuk melawan infeksi.
             Faktor-faktor resiko  yang  mempengaruhi  terjadinya  uncomplicated  pyelonefritis ditinjau dari teori Blum dapat dibedakan menjadi empat faktor, yaitu :  faktor biologi,  faktor lingkungan, faktor pelayanan kesehatan, dan faktor perilaku.
    Faktor biologi
    Faktor lingkungan
    Faktor perilaku
    Faktor pelayanan kesehatan
    - Jenis kelamin perempuan
    - Umur 18-49 tahun
    - Kehamilan
    - Riwayat keluarga dengan pyelonefritis
    -Penyakit-penyakit seperti diabetes, neurogenik bladder, infeksi HIV.

    - Penggunaan kateter menetap
    - Lingkungan dengan sanitasi terutama air yang kurang baik

    -Penggunaan diafragma, kondom, spermisida
    - Pengguaan analgesik secara kronik
    - Intake cairan yang kurang
    -keterlambatan berobat terhadap adanya uretritis
    - Kebersihan daerah perineal yang kurang
    - Kurangnya sarana dan prasarana yang memadai untuk  diagnosis
    -Kurangnya pengetahuan petugas kesehatan
    -Keterlambatan dalam diagnosis dan terapi

    3.      Faktor yang Paling Berperan
             Faktor yang sangat berperan mempengaruhi terjadinya uncomplicated pyelonefritis adalah faktor pelayanan kesehatan.
    4.      Akar-Akar Permasalahan
             Keterlambatan petugas kesehatan dalam penegakan diagnosis dan pemberian terapi.
    5.      Akar Masalah Utama
             Minimnya pengetahuan petugas kesehatan tentang uncomplicated pyelonefritis merupakan determinan yang menonjol dalam menyebabkan penderita yang datang berobat terlambat didiagnosis dan pengobatanpun menjadi terlambat atau bahkan tidak adekuat. Untuk itu perlu dilakukan kegiatan-kegiatan yang dapat menyelesaikan akar masalah tersebut dengan jalan meningkatkan pengetahuan petugas dan juga masyarakat mengenai uncomplicated pyelonefritis.
    6.      Rencana Program Kegiatan
             Pilihan program untuk meningkatkan pengetahuan petugas kesehatan, antara lain :
    1.      Memberikan materi kuliah atau seminar bagi petugas kesehatan mengenai cara penegakan diagnosis dan penatalaksanaan uncomplicated pyelonefritis.
    2.      Membuat leaflet-leaflet yang berisi informasi tentang uncomplicated pyelonefritis untuk dibagikan kepada petugas kesehatan.
    3.      Menganjurkan kepada dinas kesehatan setempat agar memasukkan kuliah penyegaran atau seminar bagi petugas kesehatan sebagai salah satu program kerja rutinnya.
    Alternatif terbaik dalam memecahkan masalah untuk mengurangi kejadian uncomplicated pyelonefritis adalah dengan mengadakan kuliah penyegaran atau seminar untuk petugas kesehatan agar pengetahuan tentang uncomplicated pyelonefritis direview kembali dan menambah informasi terbaru mengenai uncomplicated pyelonefritis. Alternatif tersebut dipilih karena yang menjadi masalah utama penyebab uncomplicated pyelonefritis minimnya pengetahuan petugas kesehatan tentang uncomplicated pyelonefritis sehingga diagnosis terlambat ditegakkan dan tatalaksana pun menjadi terlambat dan bahkan tidak adekuat.
    Program kegiatan kuliah penyegaran “Diagnosis dan Penatalaksanaan Uncomplicated Pyelonefritis” dipilih guna meningkatkan pengetahuan petugas kesehatan di Palembang dalam menegakkan diagnosis uncomplicated pyelonefritis secara tepat dan cepat sehingga penderita yang datang ke pusat-pusat pelayanan kesehatan dapat diberikan pengobatan yang cepat dan adekuat. Dengan begitu, diharapkan angka kejadian penderita uncomplicated pyelonefritis dapat berkurang.









    DAFTAR PUSTAKA

    1.      Price, Sylvia A, et all. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit edisi 6.  Jakarta : EGC.
    2.      http://www.medicastore.com/penyakit/89/Pielonefritis.html. Diakses pada tanggal 14 Mei 2010.
    3.      Sudoyo, Aru W, et all. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
    4.      http://www.askep-askeb-kita.cz.cc. Diakses pada tanggal 14 Mei 2010.
    5.      http://www.scribd.com. Diakses pada tanggal 18 Mei 2010
    6.      http://www.eprints.undip.ac.id.pdf Diakses pada tanggal 19 Mei 2010



    Blog Archive