DEPARTEMEN IKA
RSMH PALEMBANG
|
Abses
Retrofaringeal
|
Kode ICD :
|
No Dokumen
………….
|
No.Revisi
……………..
|
Halaman :
|
Panduan Praktek
Klinis
|
Tanggal Revisi
………………..
|
Ditetapkan Oleh,
Ketua Divisi Infeksi
Dr.
Yulia Iriani, Sp.A
|
Definisi
|
Abses retrofaringeal adalah infeksi yang terjadi pada rongga retrofaring,
disebabkan kuman gram positif dan gram negatif.
|
Etiologi
|
·
Kuman
aerobik, misal: Streptococcus beta
hemoliticus dan Staphylococcus
aureus
·
Kuman
anaerobik, misal: Bacteiroides dan Veinonella
·
Kuman
gram negatif, misal: Haemophillus
parainfluenzae dan Bartonella
henselae
|
Patogenesis
|
Rongga retrofaringeal adalah suatu rongga yang terletak di belakang
faring yang dibatasi oleh: fascia buccofaringeal di bagian anterior, fascia
prevertebral di bagian posterior dan di sebelah lateral terdapat carotid
sheath, rongga ini meluas di bagian atas dasar tengkorak dan di bagian bawah
dengan mediastinum.
|
Manifestasi
klinis
|
·
Pada
anak-anak usia > 1 tahun: dijumpai gejala nyeri tenggorokan, demam,
pembengkakan daerah leher, batuk dan odynophagia (rasa nyeri akibat
pembengkakan di daerah orofaring).
·
Pada
anak usia < 1 tahun: dijumpai gejala demam, pembengkakan leher, intake
oral yang menurun, rhinorrhea, letargi dan batuk.
·
Pemeriksaan
klinis pada bayi dan anak dijumpai: adenopati cervical, retropharyngeal
bulge, demam, stridor, tortikolis, pembengkakan leher, agitasi, massa pada
leher, letargi, distres pernafasan.
|
Pemeriksaan
Penunjang
|
·
Dilakukan
pemeriksaan darah rutin (dijumpai leukositosis), kultur darah, kultur pus,
dan CRP
·
Foto
rontgent lateral leher: tampak gambaran pelebaran jaringan lunak retrofaring
(setinggi C2 pelebaran mencapai 7 mm dan setinggi C6 pelebaran mencapai 14
mm), bila terjadi pelebaran space paravertebral maka akan tampak gambaran air
fluid level, adanya gas dalam jaringan atau benda asing
·
CT
Scan leher: dengan menggunakan kontras maka akan tampak lesi hipodens pada
area retrofaring yang dikelilingi gambaran cincin pada bagian pinggirnya. CT
scan berguna untuk melihat kasus-kasus abses retrofaringeal yang tidak
terdeteksi oleh foto rontgent leher, sebagai panduan sebelum diadakannya
tindakan operatif, serta berguna untuk membedakan kasus abses retrofaring
atau limfadenopati retrofaring pada anak kecil.
·
Foto
rontgent dada: dilakukan bila terjadi komplikasi pneumonia aspirasi atau
mediastinitis.
|
Tatalaksana
|
·
Penggunaan Oksigen intranasal 2
l/menit
·
IFVD dipasang bila ada tanda-tanda
dehidrasi dan low intake
·
Antibiotika: kombinasi antibiotika
gram positif dan gram negatif.
a. Kombinasi klindamisin dan metronidazol. Dosis klindamisin 25-40 mg/kg BB/hari IV dibagi per
6-8 jam, ditambah metronidazol 30 mg/kg BB/hari IV dibagi 8 jam.
b. Kombinasi penisilin dan
metronidazol. Dosis penisilin 25.000 IU/kg BB IV tiap 6 jam dan metronidazol
30 mg/kg BB/hari IV dibagi 8 jam.
c. Golongan sefalosporin, misalnya
Cefoxitin dosis 80-160 mg/kg BB/ hari tiap 6 jam.
·
Intubasi dengan Endotracheal tube
(ETT) dilakukan bila terjadi obstruksi pada jalan nafas dan distres
pernapasan.
·
Konsul Bagian THT
untuk tindakan:
* Cricothyrotomy (dilakukan bila intubasi dengan ETT gagal)
* Tracheostomy (dilakukan sebagai manajemen obstruksi jalan nafas yang definitif)
|
Komplikasi
|
Obstruksi jalan napas,
mediastinitis, dislokasi atlantooccipital, abses epidural, sepsis, Acute
Respiratory Distress Sdyndrome (ARDS), erosi dari vertebra servikal II dan
III, defisit nervi kraniales (IX-XII), trombosis septik dari vena jugularis,
atau perdarahan sekunder akibat dari erosi pada arteri carotid, penekanan
pada arteri carotid dan vena jugularis interna, kelumpuhan syaraf wajah,
kematian.
|
Prognosis
|
·
Umumnya baik
bila terdeteksi lebih dini, tatalaksana cepat dan komplikasi belum terjadi.
·
Kematian dapat
mencapai 40-50% bila telah terjadi komplikasi yang berat.
|
0 comments:
Post a Comment