DEPARTEMEN IKA
RSMH PALEMBANG
|
Difteri
|
Kode ICD : A36
|
||||||
No Dokumen
………….
|
No.Revisi
……………..
|
Halaman :
|
||||||
Panduan Praktek
Klinis
|
Tanggal Revisi
………………..
|
Ditetapkan Oleh,
Ketua Divisi Infeksi
Dr.
Yulia Iriani, Sp.A
|
||||||
Definisi
|
Difteria merupakan penyakit infeksi akut yang sangat menular,
disebabkan oleh Corynebacterium diphtheriae dengan ditandai
pembentukan pseudomembran pada kulit dan/ mukosa
|
|||||||
Etiologi
|
Dikenal 3 tipe utama C. diphtheriae, yaitu tipe gravis, intermedius,
dan mitis. Diapndang dari sudut antigenisitas sebenarnya basil ini merupakan
spesies yang bersifat heterogen dan mempunyai banyak tipe serologik
|
|||||||
Patogenesis
|
Kuman masuk melalui mukosa/kulit, melekat serta berkembang biak
pada permukaan saluran napas bagian atasdan mulai memproduksi toksin yang
merembes ke sekeliling, menyebar ke seluruh tubuh melalui pembuluh limfe dan
pembuluh darah. Efek toksin pada jaringan tubuh manusia adalah hambatan
pembentukan protein dalam sel.
|
|||||||
Bentuk Klinis (Klasifikasi)
|
|
|||||||
Anamnesis
|
Klinis :
|
|||||||
Pemeriksaan fisik
|
Gejala
obstruksi saluran nafas bagian atas sesuai derajat obstruksi sebagai berikut :
-
Derajat
I : Anak tenang, dispneu ringan, stridor inspirator, retraksi suprasternal
-
Derajat II : Anak
gelisah, dispneu hebat, stridor masih hebat, retraksi
suprasternal dan epigastrium, sianosis belum tampak
-
Derajat III : Anak sangat
gelisah, dispneu makin hebat, stridor makin hebat, retraksi
suprasternal dan epigastrium serta
interkostal, sianosis
-
Derajat IV : Letargi,
kesadaran menurun, pernafasan melemah, sianosis
|
|||||||
Kriteria Diagnosis
|
·
Kriteria
klinis: adanya infeksi
saluran nafas atas, demam dan terdapat pseudomembran yang melekat erat pada
tonsil, faring dan atau mukosa hidung.
·
Laboratorium : Isolasi C.diphtheria
dari spesimen
·
Pembagian diagnosis berdasarkan CDC / WHO
2003 :
1. Probable : kriteria klinis (+), Laboratorium (-),
dan tidak ditemukan kasus sama yang terbukti
secara laboratorium di sekitar tempat tinggal penderita
2. Confirmed : kriteria
klinis (+), Laboratorium (+), atau ditemukannya kasus yang sama yang terbukti
secara laboratorium di sekitar tempat tinggal penderita
|
|||||||
Diffrential diagnosis
|
|
|||||||
Pemeriksaan
Penunjang
|
|
|||||||
Tatalaksana
|
Isolasi
penderita diruang khusus. Tirah baring 2-4 minggu pada penderita dengan
komplikasi miokarditis , sampai miokarditis hilang. Diet makanan lunak yang
mudah di cerna, tinggi kalori dan protein. Bila diperlukan dapat diberikan infus dengan cairan
yang sesuai dan pemberian oksigen.
Tabel 2. Dosis ADS
menurut lokasi membran dan lama sakit
Ø
ADS 0,1 cc, larutkan dengan 0,9 cc NaCl fisiologis.
Berikan subkutan. Reaksi (+), mundur, misalnya diberkan dengan pengenceran 100 kali
diberikan subkutan 1 cc. Reaksi
negatif teruskan
Ø
ADS 0,5 cc dilarutkan dengan Nacl fisiologis 0,5 cc,
diberikan subkutan. Reaksi
negatif, lanjutkan
Ø
ADS tanpa dilarutkan diberikan 1cc subkutan. Tidak ada reaksi lanjutkan
Ø Sisa
dosis ADS diberikan intramuskuler
§ Hari
II: ADS diberikan secara intra
muskular
§ P.P
50.000 IU/kgBB/hari selama 14 hari. Bila
terdapat riwayat alergi golongan penisilin maka diberikan eritromisin 40
mb/kgBB/hari.
§ Kortikosterod dianjurkan pada kasus
difteria dengan gejala penyerta obstruksi saluran nafas bagian atas ( dengan
atau tanpa bullneck ) dan bila terdapat penyulit miokarditis.
Kortikosteroid yang digunakan adalah Prednison dengan dosis 2mg/kgBB/hari
yang diturunkan secara bertahap.
Tindakan operatif dilakukan dibagian THT bila terdapat obstruksi jalan
nafas derajat II atau lebih
Pengamatan terhadap komplikasi miokarditis:
-
Pemeriksaan EKG dilakukan pada waktu penderita dirawat
selanjutnya tergantung keadaan atau seminggu sekali
-
Bila ada tanda-tanda heart blok, diberikan sulfas
atropin 0,01 mg/kgBB/ hari selama 10 hari
·
Pengobatan kontak
Pengobatan
anak yang kontak berdasarkan hasil
biakan dan tes Schick :
Kultur
(-)/Schick test (-) : bebas isolasi : Anak yang telah mendapat
imunisasi dasar diberikan booster dengan toksoid difteria
Kultur
(+)/Schick test (-) :pengobatan karier : penisilin 100 mg/kg BB/hari atau eritromisin 40 mg/kgbb/hari selama 1
minggu.
Kultur
(+)/Schick test (+)/gejala (-) : ADS 20.000 IU + penisilin 100
mg/kg BB/hari atau eritromisin 40
mg/kgbb/hari.
Kultur
(-)/Shick test (+) : toksoid difteria (imunisasi aktif).
|
|||||||
Edukasi
|
|
|||||||
Komplikasi dan
Prognosis
|
-
Obstruksi jalan napas mendadak akibat
lepasnya membran difteria
-
Adanya miokarditis dan gagal jantung
-
Paralisis diafragma sebagai akibat neuritis
nervus phrenicus
|
|||||||
Daftar kepustakaan
|
|
0 comments:
Post a Comment